
Kenaikan karier merupakan suatu anugerah yang amat tinggi bagi seseorang pekerja keras seperti Haryadi.Sebab selama ini ia sudah berusaha sekuat tenaga mencurahkan segala daya upaya untuk menambah prestasi kerjanya.Haryadi adalah seorang manager operasional sebuah perusahaan perkebunan terkemuka di negeri ini.Di usianya yang masih muda 30 tahun ia telah menduduki posisi yang amat penting dalam bidangnya itu.Haryadi adalah lulusan luar negeri dan atas koneksi omnya makanya ia dapat masuk kedalam perusahaan besar tersebut.Dan juga karena bantuan keluarganya juga Haryadi pun di pertemukan dengan seorang gadis yang bernama Vina Anggita yang saat itu masih menjalani masa PTT di sebuah puskesmas di Jakarta, jadi tiada penghalang dari hubungan mereka berdua. Saat itu Vina masih berusia 26 tahun dan juga merupakan dari keluarga berada di kota Jakarta. Vina adalah tipikal gadis kota yang berpendidikan dan hormat kepada semua orang yang ia kenal dan juga terkadang suka tantangan. Selain itu ia juga sangat mengusai adat Jawa yang selalu diajarkan orangtuanya, juga ilmu agama yang sangat kuat. Selain cantik dan berpenampilan menarik, Vina tidaklah terlalu berpikiran sempit dalam berpakaian,ia selalu mengikuti mode dan tren terbaru juga kesopanan berpakaian juga bisa menutup bagian bagian penting di tubuhnya. Sebab sesuai ajaran agamanya, bagian penting di tubuhnya hanya untuk di lihat dan dinikmati suaminya.Tidak memakan waktu lama, maka resmilah kedua anak manusia ini menjalani kehidupan rumah tangga seutuhnya. Tidak sedikit yang memandang dingin melihat keserasian pasangan muda ini. Meskipun sudah resmi menjadi Nyonya Haryadi, namun Vina tetap menjalani masa PTT nya dengan senang hati. Kini pasangan muda itu resmi menempati rumah pemberian dari kedua orangtuanya untuk mereka tinggali dan membentuk keluarga baru. Hampir setiap malam di dalam kamarnya yang mewah dan luas selalu terdengar percengkramaan kedua anak manusia ini.Awalnya hanya tawa cekikikan lalu terdengar dengus nafas berat dan lirihan suara manusia bersebadan,hingga diakhiri dengusan jerit kepuasan keduanya.
Kedua anak manusia ini menjalani hari harinya dengan amat bahagia, hingga Haryadi pun di beri tanggung jawab untuk mengurus pembukaan perkebunan baru di Pulau Mentawai. Keputusan management tempatnya bekerja seolah membangunkannya dari keasikan menempuh hidup baru di Jakarta yang lancar tanpa hambatan. Demi mengejar karier dan apalagi nantinya posisinya akan naik, maka Haryadi pun menerima promosi dari pihak perusahaan. Apalah artinya berpisah sementara dengan istrinya tercinta untuk beberapa saat, apalagi saat ini sarana trasportasi sudah demikian lancar dan membuatnya tak mempermasalahkannya. Ia masih bisa pulang 2 kali sebulan ke Jakarta atau kalau bisa ia akan bawa istrinya ke pulau, apalagi ia disediakan rumah di pulau tersebut. Keputusan dari perusahaan suaminya itu didukung juga oleh istrinya Vina yang juga sedang menunggu penempatannya bertugas, apalagi Vina juga berkeinginan untuk dapat bertugas di daerah seperti pulau Sumatera karena melihat tingkat kesehatan masyarakat yang amat membutuhkan pelayanan dan juga ia merasa sudah merasa sumpek selama di ibukota Jakarta ini, terlebih lagi semua keluarganya juga sudah berada di Jakarta. Baginya tak masalah untuk sementara terpisah dengan suaminya tercinta, Haryadi. Pertama menginjakkan kakinya di pulau Mentawai, setelah menempuh perjalanan dengan kapal dari pelabuhan Padang, Haryadi mendapat kesan bahwa pulau ini amat indah dan eksotik. Haryadi di dampingi oleh staff cabang yang dari Padang. Selanjutnya ia menuju ke base camp nya yang berada di dalam pulau itu. Sesuai dengan intruksi yang ia peroleh ,bahwa ia harus bisa mendekati tokoh adat di pulau itu. Setelah beberapa hari mendampingi Haryadi, staff dari cabang Padang itu pun kembali ke Padang. Mulailah Haryadi menemui beberapa orang yang ia anggap amat berpengaruh di daerah itu. Salah satu tokoh adat dan yang ia temui adalah Pak Nurfea Sibanglanget. Tanpa menemui halangan mereka bertemu dan berdiskusi dengan cukup akrab dan diselingi canda. Sesuai dengan rencana maka Pak Nur pun bersedia membantu tugas tugas Haryadi untuk membuka lahan di pulau itu. Apalagi lahan tersebut berada di desa adat Pak Nur yang merupakan milik sah suku yang di ketuainya. Haryadipun menemui orang yang tepat untuk diajak kerja sama dan saling menguntungkan. Dengan tangan terbuka Pak Nur siap membantu apapun yang mungkin akan jadi penghalang nantinya.
Awal awal bertugas di pulau itu Haryadi sedikit merasa asing dan agak kesulitan melihat medan yang akan ia jalani, apalagi ia akan sering bepergian ke dalam desa dengan perahu nelayan.Di dampingi oleh Pak Nur, seakan halangan itu dapat berjalan dengan lancar dan hubungan Haryadi dengan Pak Nur semakin dekat. Begitu juga dengan keluarga Pak Nur. Kini Haryadi biasa dipanggil sudah akrab dengan anak anak dan istri Pak Nur. Pak Nur pun sering mengajaknya makan dan berjalan jalan di pantai itu berkeliling. Melihat keindahan pantai dan alam mentawai membuat Haryadi menceritakannya lewat telepon kepada istrinya bahwa alamnya sangat asli dan masih bersih. Dan suatu saat ia ingin mengajak istrinya Vina untuk datang ke pulau ini. Dalam suatu kesempatan,Yadi diajak Pak Nur ke desanya, kebetulan ia sedang ada pekerjaan ke proyeknya yang juga berada dekat dari desa Pak Nur. Haryadi diajak Pak Nur tinggal di rumahnya seperti tamu tamu lain, Haryadi dilayani dengan sangat baik. Mereka makan makan dan juga minum minuman yang menghangatkan badan sebab di pedalaman itu hawanya sangat dingin sekali. Tak lama kemudian pak Nur pun memanggil seorang gadis dan duduk di sebelahnya. Saat itu Yadi merasa heran, bukankah Pak Nur sudah memiliki istri, lalu kenapa ia berpelukan mesra dengan gadis itu? Pak Nur lalu berkata,
”Mas Yadi jangan kaget ya, ini sudah biasa lah…Istri saya sudah tahu dan tak keberatan” katanya.
Ia juga menawari Haryadi seorang wanita, namun ia menolak, karena ia masih ingat istrinya di Jakarta. Namun karena mabuk mulai memenuhi kepalanya, maka pikiran sehatpun sudah meninggalkannya. Ia tak menolak saat pak Nur memanggil seorang gadis untuk mendampinginya. Pak Nur juga bilang,
“Pak Haryadi jangan malu ya, saya maklum aja kan Pak, sudah sebulan ini pisah dengan istri kan?,lagian rahasia Mas Yadi aman koq”.kata Pak Nur.
Dengan sedikit malu Haryadi mengangguk.Dan dalam pikirannya,ia seakan menerima suguhan itu.Memang Haryadi bukanlah laki laki yang bersih bersih bersih amat, beberapa bulan setelah menikahi Vina ia masih sempat melakukan affair dengan teman kerjanya yang di dasari have fun saja.
Malam semakin larut dan Pak Nur sudah membawa wanita tadi ke kamarnya, begitu juga Haryadi sudah berada di kamar yang berbeda sambil berciuman dan meraba tubuh sang wanita yang bernama Dewi itu. Dewi adalah gadis di desa Pak Nur yang sebelumnya pernah disebadani Pak Nur, malam itu gadis yang berusia 20 tahun itu diminta untuk menemani Haryadi atas permintaan Pak Nur. Pak Nur tahu keinginan Haryadi yang lama tak bertemu istrinya. Dewi merupakan gadis cantik di pulau itu dan amat disayangi Pak Nur karena masih muda dan amat disukai pelayanannya. Selama ini hanya Pak Nur saja yang menggaulinya dan untuk menghormati Haryadi Pak Nur pun tak keberatan gadis kesayangannya dipakai Haryadi. Umpama seekor kucing, tak akan menolak di beri ikan, itulah yang di alami Haryadi. Sedangkan bagi Dewi, itu adalah kali pertama ia bersama laki laki lain setelah Pak Nur. Dewi adalah gadis desa itu amat cantik dan jauh dari polesan kosmetik seperti gadis kota pada umumnya. Haryadi tahu itu dan iapun tertantang untuk mencobanya. Di dalam kamar itu, mulailah Haryadi menggumuli tubuh mulus Dewi. Tampak tak mengalami kesulitan berarti, keduanya kini sudah sama sama bugil. Haryadi meremas remas payudara Dewi yang berukuran kecil itu. Dengus nafas keduanya seakan tak mampu mengalahkan gerakan tangan dan mulut Haryadi pada tubuh mulus Dewi. Sambil mengulum bibir mungil Dewi, salah satu tangan Haryadi turun ke arah selangkangan Dewi yang masih tertutup celana dalamnya. Liangnya sudah mulai basah oleh lendir yang keluar dari celahnya. Dewi hanya diam dan menutupkan matanya, ia menyerah bulat bulat kepada Haryadi sesuai yang di perintahkan Pak Nur. Aktifitas Haryadi bersamanya pun semakin panas. Haryadi pun semakin intens merangsang setiap inci tubuh gadis itu.Dan kini ia pun telah melepaskan celana dalamnya.Tampak bulu bulu halus milik gadis itu,menutupi liang sanggamanya.Bulu itu amat halus dan rapi. Haryadi pun kini turun ke arah liang sempit milik Dewi lalu berusaha menjilatnya.Ada keinginan yang besar dalam dirinya untuk melakukan oral sex pada Dewi, padahal selama bersama istrinya ia selalu ditolak karena istrinya tidak suka oral sex.
Tanpa merasa jijik seditpun ia terus menjilat liang sempit itu dan menghisap air lendir dari celahnya. Dewi pun semakin terbakar dan hanya bisa memegang pinggiran ranjang kayu di kamar itu. Tak lama kemudian Dewi pun orgasme. Haryadi mengetahui Dewi sudah orgasme dan menjauh dari liang yang ia oral itu. Tubuh Dewi basah bersimbah keringat dan lemah. Haryadi kemudian naik kearah dada Dewi ingin kembali membangkitkan gairah Dewi yang mulai kendor tadi. Ia menyiapkan diri untuk memasuki tubuh Dewi namun saat itu gadis itu sudah orgasme. Belaian dan rabaan Haryadi membuahkan hasil. Dewi kembali bangkit gairahnya dan siap untuk menerima hujaman kemaluan Haryadi. Secara bertahap Haryadi mulai meretas jalan bagi kemaluannya untuk masuk ke liang sempit milik Dewi. Perlahan ia tahan kedua paha Dewi dengan kedua tangannya agar gampang masuknya. Tak sulit memang untuk masuk ke liang milik Dewi karena memang sebelumnya sudah tak perawan lagi dan sering digunakan Pak Nur yang memiliki kemaluan yang panjang dan besar, berbeda dengan milik Haryadi. Perlahan Haryadi memasuki dan memaju mundurkan kemaluannya. Hujaman perlahan dan penuh perasaan itu membuat Dewi seolah terbakar birahi. Dewi menatap kearah Haryadi yang sibuk maju mundurkan kelaminya. Persetubuhan itu berlangsung beberapa saat hingga akhirnya Haryadi pun muncrat di dalam kewanitaan Dewi. Ia tak sanggup untuk mengeluarkannya di luar rahim. Tubuhnya langsung lemas dan jatuh menimpa tubuh mulus Dewi. Kini hanya nafasnya yang terdengar begitu juga Dewi. Malam itu,Haryadi sudah melepaskan birahinya ke tubuh Dewi. Terbayarlah sudah nafsu yang ia tahan selama di pulau itu. Ia pun tertidur pagi harinya di saat terdengar kokok ayam jantan. Haryadi tak menemukan Dewi di sampingnya. Ia lalu keluar kamar dan bertemu pak Nur.Dengan senyum Pak Nur menanyakan bagaimana pelayanan Dewi. Dengan sedikit malu Haryadi menjawab bahwa ia sudah puas dan berterima kasih pada Pak Nur. Pak Nur pun menawarkan pada Haryadi jika mau, Dewi bisa saja ia bawa ke rumah dinasnya,namun Haryadi menolak dengan halus, takut nanti pergunjingan orang di base campnya itu.Namun Pak Nur menjamin bahwa selama di pulau itu ia yang akan jamin akan baik baik saja.namun hari itu, Haryadi belum memberikan jawabanya. Kemudian mereka berdua kembali dari desa itu.
Beberapa minggu kemudian Haryadi pun libur ke Jakarta selama seminggu untuk bertemu keluarganya. Selama di Jakarta, Haryadi dan Vina istrinya tak melewatkan kebersamaan di ranjang, namun sekembalinya dari pulau itu, Vina merasakan sikap Haryadi yang berubah juga dengan dalam menunaikan kewajibannya sebagai suami istri. Biasanya Vina bisa mendapatkan kepuasan jika berhubungan badan dengan suaminya itu, namun kini ia tak mendapatkannya. Perubahan itu membuat Vina curiga dan ingin tahu lebih banyak tentang aktifitas suaminya di Mentawai. Memang sebenarnya Haryadi selalu menjalin hubungan dengan Dewi semenjak ia melakukan hubungan dengan Dewi di pulau itu hampir setiap ada kesempatan Haryadi selalu minta Pak Nur mengantarnya ke desa untuk bertemu Dewi. Haryadi seolah telah jatuh cinta dengan wanita pulau itu. Sebagai istri, Vina tahu benar apa yang berubah dari sikap suaminya dan kebiasaannya. Kebetulan saat ini Vina sedang menunggu penempatannya sebagai PNS makanya ia tak merasa keberatan ingin ikut suaminya ke Mentawai, apalagi saat pertama kali ke pulau Haryadi sudah menawari Vina ikut ke pulau untuk melihat pantai dan alamnya. Dengan alasan itu Vina ingin ikut suaminya. Awalnya Haryadi menolak keinginan istrinya itu, namun ia kuatir akan menambah penasaran hati Vina, maka ia pun mengijinkannya. Sesampai di Padang mereka istirahat sebentar di sebuah hotel karena kapal yang akan mengangkut mereka berangkat malam nanti. Kebetulan saat itu cuaca agak sedikit buruk. Sore itu mereka pun chek out dari hotel dan sudah berada di pelabuhan Muaro Padang. Suami istri ini pun bersiap siap menaiki kapal karena tiket sudah mereka dapatkan. Mereka berdua pun mendapatkan kelas bisnis dan menempati sebuah kamar di kapal motor itu menuju Mentawai. Selama di atas kapal tampak ketegangan di wajah Vina karena ke pulau itu tak serumit itu. Meski ia amat senang dengan perjalanan laut namun kondisi cuaca dan ombak yang menghempas kapal membuatnya cemas. Namun karena saat itu ia berada bersama suaminya kekuatiran itu bisa ia atasi.
Malam itu pun dimanfaatkan suami istri itu untuk memadu kasih di kamar kapal itu. Dimulai dengan mengulum bibir istrinya dan disambut Vina dengan amat bernafsu sebab sudah lama ia menginginkan saat saat seperti itu bersama suami tercinta. Kuluman demi kuluman dan rabaan tangan Haryadi di dada Vina istrinya terus ia lakukan. Vina pun akhirnya menuruti semua perbuatan suaminya itu. Goyangan kapal tak menghentikan perbuatan suami istri ini. Perlahan tapi pasti elusan rabaan tangan Haryadi mampu membuat Vina melepaskan busana atasnya hingga tersisa Bh nya dan masih memakai celana panjang. Tubuh putih mulusnya dan rambut sebahunya seolah menambah pembakaran birahi Haryadi suaminya. Cupangan dan kuluman Haryadi pun singgah di dada dan perut istrinya yang cantik itu. Begitupun Vina tak tinggal diam sebagai istri ia pun berusaha membalas dan memberikan pelayanan terbaik kepada suaminya. Kedua tubuh suami istri itu akhirnya sama sama bugil dan menampakkan wujud sebagai pasangan resmi yang akan menunaikan kebersamaan ragawi. Tanpa penolakan dan penghalang lagi, keduanya mulai saling memberikan peluang. Vina membuka kedua pahanya yang putih dan kakinya yang panjang itu agar suaminya mendapat akses yang mereka inginkan.Tanpa menunggu lama Haryadi mulai memasuki liang kewanitaan istrinya yang sempit dan belum pernah melahirkan itu. Saat saat itu amat memberi moment yang syahdu bagi keduanya. Apalagi goyangan kapal yang di hempas ombak mampu menambah percikan birahi mereka berdua. Di saat penis Haryadi sudah berada di dalam jepitan vagina Vina dan dalam gerakan maju mundur, Vina merasakan ada yang lain dari aktifitas suaminya itu. Haryadi tiba tiba bergerak melambat dan menumpahkan spermanya di dalam rahimnya.Vina merasa kecewa, sebab ia masih ingin merasakan persenggamaan itu berlangsung agak lama hingga ia mencapai orgasme seperti di saat awal awal mereka menikah dulu. Vina merasakan perbedaan suaminya itu,semenjak bertugas di pulau itu. Dengan memendam kekecewaan yang dalam Vina tidak memberikan nada protes kepada suaminya itu. Ia hanya diam dan bangun dari tidurnya menuju kamar mandi di kamar itu.
Di kamar mandi Vina membersihkan tubuhnya dan kembali ke dalam kamar dan berpakaian. Ia langsung rebah di samping suaminya. Hingga paginya menjelang kapal bersandar di pelabuhan Tua Pejat, Vina masih memendam rasa penasarannya itu. Haryadi tidak merasakan perbedaan yang terjadi pada dirinya itu. Malah ia merasa senang kembali bisa sampai di pulau itu dan menyusun rencana untuk bertemu Dewi. Ia merasa kan Dewi amat bisa menentramkan dirinya. Di pelabuhan Tua Pejat, Haryadi dan Vina dengan dua buah ojek menuju ke rumahnya.Vina merasa kan memang alam Mentawai amat romantis dan cantik. Dalam perjalanan menuju rumah ia merasa sedikit asing sebab dari pelabuhan menuju rumahnya agak jauh dan menempuh jalan yang tidak mulus dan terbuat dari kerikil tak diaspal. Sesampai di rumahnya Haryadi,menghubungi Pak Nur. Saat dalam rumah, Vina merasakan agak rikuh sebab ia tak menduga sama sekali kehidupan di pulau itu,amat sederhana dan tidak seperti di kota besar seperti Jakarta. Sebagai istri dan nantinya ia juga akan bertugas di daerah, ia harus bisa menerima kondisi dan suasana seperti itu. Memang amat jauh jika di bandingkan dengan kehidupannya di Jakarta yang serba tersedia, baik itu rumah, mobil, atau perlatan dapur semua sudah tersedia. Selama perjalanan tadi Vina hanya menemukan satu salon kecantikan, itupun dia lihat tak layak. Rumah yang ditempati suaminya pun cukup sederhana dan dari beberapa rumah lain yang masih kosong dan tampaknya di sekitarnya hanya inilah yang berpenghuni,apalagi ditumbuhi pohon pohon kelapa.jadi rumah itu tidak panas kalau siang hari dan amat sejuk. Beberapa waktu kemudian,terdengar suara sepeda motor berhenti di depan rumahnya. Haryadi, suaminya bilang itu Pak Nur datang, Sambil membukakan pintu, Haryadi menyilahkan Pak Nur masuk.sambil bersalaman dan berbasa basi, Pak Nur pun duduk di ruang tamu rumahnya sambil berkata-kata
“Pak Haryadi kesini bersama Ibu..apa iya?”
“O…ya..sebentar istri saya sedang di kamar Pak” jawab Haryadi.Sambil memanggil istrinya dan masuk ke kamar.
Tak lama kemudian mereka keluar kamar berdua. Tampak Vina keluar bersama Haryadi. Pak Nur terkejut saat Haryadi mengenalkan istrinya.
“Ini Pak Nur Vir!”
dengan sedikit senyum Vina mengulurkan tangannya pada Pak Nur.
“Vina…” sambil mengucapkan namanya, begitu juga Pak Nur juga mengenalkan dirinya.
Pak Nur tak menyangka bahwa Haryadi memiliki seorang istri yang amat cantik, baik, berpendidikan dan juga rendah hati. Di saat itu, Vina keluar kamar bersama suaminya mengenakan baju kaos putih dan celana pendek ¾ yang menampakkan kemulusan kulit dan betisnya yang sangat putih dan bercahaya karena terawat. Saat itu Pak Nur teringat akan kecantikan Dokter Reisa yang dulu pernah dekat dengannya. Apalagi saat itu sosok Vina amat porposional sekali dan mirip artis ibukota. Saat itu Vina mengenakan kaos putih dan membayang bhnya yang putih dan kulit mulusnya. Pak Nur terpancing untuk menghayalkan hal yang tak pantas bagi Vina saat itu. Namun khayalannya terputus di saat Haryadi bilang kepada Vina bahwa Pak Nur inilah orang yang di tuakan dan banyak membantunya selama di pulau ini. Dengan merendah Pak Nur pun bilang bahwa Pak Haryadi pun banyak membantunya dan meringankan beban masyarakat di pulau itu dengan adanya proyek yang di kerjakannya di desanya. Sambil beramah tamah keakraban di antara mereka semakin terjalin dan pada akhir pertemuan itu Pak Nur pun berjanji akan mengenalkan istrinya dan minta istrinya untuk menemani Vina disaat Haryadi bertugas ke proyek di pedalaman pulau. Tak sulit untuk beradaptasi dengan kehidupan barunya di pulau itu meski Vina berencana hanya untuk sementara menjelang Sk nya sebagai tenaga medis turun dan ditempatkan di suatu daerah. Keakraban Vina dan Bu Nur sedikit banyak mempengaruhi pikiran Vina bahwa tugas suaminya di pulau itu amat berat apalagi melihat medan yang amat sulit ditempuh dengan menggunakan perahu masuk ke pedalaman dan tinggal di base camp berhari hari.
Untuk mengisi kekosongan waktunya Vina sering bertandang ke rumah Pak Nur dan terkadang dengan sukarela membantu tugas Bu Nur di puskesmas,apalagi Vina juga seorang dokter.Jadi tidaklah sulit baginya menyesuaikan diri,meski awalnya berat dikarenakan Vina biasa hidup di kota besar dan segala sesuatunya serba berkecukupan.Bu Nur pun amat senang Vina dapat membantu tugas tugasnya yang terasa agak berat sejak di tinggalkan Reisa. Padahal Bu Nur amat berharap Reisa akan menetap di pulau itu.Namun sejak hadirnya Vina,Bu Nur tak kerepotan lagi meski hanya sementara. Di saat saat waktu senggangnya pas Haryadi sudah pulang dari base camp amat membuat Vina gembira sebab ia sering diajak Haryadi jalan ke pantai atau terkadang di bantu Pak Nur berjalan ke pedalaman dengan menggunakan perahu. Terkadang mereka menghabiskan waktu di pantai dan Bu Nur bersama Vina menyuguhkan hidangan barbeque kesukaan Haryadi. Itulah rutinitas Vina sejak di pulau bersama suaminya. Kini Vina sudah dapat menganggap keluarga Bu Nur sebagai keluarganya meski mereka berbeda suku dan keyakinan. Tak jarang Vina tidur di rumah Bu Nur saat suaminya ke base camp. Bu Nur pun amat concernt dengan keyakinan Vina yang juga taat dalam beribadah meski pun tak terlalu fanatik pandangannya, mungkin karena Vina terbiasa hidup di kota besar dan terpelajar. Tak jarang Bu Nur mengingatkan Vina di saat waktu untuk beribadah datang kepadanya. Terkadang Bu Nur sendiri yang tidur di rumah Vina untuk menemani ibu muda itu. Atau jika ada halangan Bu Nur pun minta anak atau Pak Nur yang menemani karena suasana rumah Vina yang agak jauh dan belum ada tetangga itu. Dan semua itu amat membahagiakan Vina selama di pulau itu. Haryadi sendiri tak lagi kuatir jika ia meninggalkan istrinya untuk beberapa hari karena sudah ada yang menjaga dan menemani. Lagipula selama ia ke base camp, Haryadi selalu mendatangi tempat tinggal Dewi untuk memadu kasih berdua dan akhirnya tanpa sepengetahuan Vina, diam diam Haryadi sudah menikah secara adat dengan Dewi dengan di saksikan Pak Nur karena hubungan mereka yang sudah semakin dekat.Mereka menikah secara adat karena keyakinan mereka berdua berbeda, namun bagi Pak Nur dan orang tua Dewi tak mempermasalahkannya.Yang penting anak mereka sudah memiliki pendamping. Semua rahasia Haryadi di pegang Pak Nur dan Bu Nur agar Vina tak mengetahuinya.
Seringnya Vina tidur di rumah Bu Nur dan juga sebaliknya,membuat hubungan mereka semakin erat dan tak jarang mereka berbincang masalah keluarga mereka,baik mengenai keuangan,sex dan kebiasaan pasangannya. Sejauh ini Bu Nur masih bisa mengikuti dan mendengar keluh kesah Vina yang merasa sikap Haryadi yang agak berubah dan sudah jarang memberinya nafkah bathin. Vina berani bicara mengenai itu karena ia amat percaya pada Bu Nur. Dan dengan sikap keibuan Bu Nur pun memberikan nasehat dan saran agar Vina tak merasa curiga pada suaminya. Suatu malam saat Vina menginap di rumah Bu Nur, matanya tak bisa tidur karena adanya aktifitas di kamar Bu Nur. Malam itu Pak Nur sedang menunaikan tugasnya sebagai suami istri. Vina mendengar dengus dan lirihan nafas juga erangan Bu Nur disaat menanti orgasme juga saat Pak Nur menggumuli istrinya. Erangan dan dengusan suami istri itu seakan memancing Vina untuk mengingat suaminya. Sebagai wanita yang sudah menikah ia tahu persis makna suara suara itu dan saat Bu Nur orgasme. Ia terbayang jika Pak Nur memang masih perkasa,dan kuat. Ia tak menyangka jika dengan sosok yang agak kurus dan sudah paroh baya itu, Pak Nur masih mampu memberikan kepuasan pada Bu Nur. Berbeda dengan dirinya yang kini sudah mulai jarang mendapatkan siraman bathin dari suaminya. Padahal malam malam itu Vina amat butuh belaian dan gumulan suaminya. Pagi disaat bangun dan keluar kamar, ia bertemu Pak Nur yang juga keluar kamar.
“Sudah bangun ya Bu Vina?”sapanya.
“Ia pak” jawab Vina, “Bu Nur mana Pak?” tanya Vina lagi.
“O…ibu lagi mandi” terang Pak Nur yang saat itu terlihat amat cerah dan gembira.
Bagaimanapun Pak Nur tahu Vina pasti mendengar dengan jelas kejadian ia dan istrinya malam itu. Namun seolah tak ada apa apa, Pak Nur berlalu dan keluar rumah. Tak lama Bu Nur masuk ke rumah dan dengan rambut yang basah sehabis mandi bertemu Vina. Dengan senyum ia menyapa Vina. Vina seakan merasa iri dengan kebahagiaan pasangan itu. Setelah makan dan mandi pagi itu, Vina pun berangkat ke puskesmas dengan Bu Nur.
Saat waktu agak longgar, Vina pun banyak bertanya tentang rumah tangga pada Bu Nur. Dengan lugas Bu Nur bercerita bahwa suaminya dari pertama kawin sudah begitu dan tak pernah bosan padanya, malah ia yang kewalahan memenuhi keinginan Pak Nur. Dalam hati Vina, berkata alangkah bahagianya Bu Nur ini, seandainya Haryadi seperti Pak Nur alangkah senangnya ia,gumannya dalam hati. Bu Nur tahu kegelisahan Vina dan malam tadi ia dan suami sengaja memancing Vina agar Vina mau membuka rahasianya.Semua itu dilakukan suami istri itu,karena Pak Nur menaruh minat juga pada istri Haryadi itu.Apalagi kini Haryadi juga memiliki seorang wanita di pedalaman.Pak Nur ingin Vina bisa lebih dekat lagi dengannya,dan dengan bantuan Bu Nur istrinya semua itu bisa berjalan.Bagi Bu Nur jika Vina sudah dekat dengan suaminya, maka tugasnya beratnya di ranjang akan sedikit berkurang. Tanpa sepengetahuan Vina pun ketika Vina menginap di rumah Pak Nur, tak luput dari intaian dari mata Pak Nur, namun Pak Nur masih menahannya dan tak heran jika Pak Nur bersebadan dengan istrinya ia selalu membayangkan Vina yang ia gumuli. Wanita istri Haryadi itu amat membuat Pak Nur kembali bergairah sejak di tinggalkan dokter Reisa. Ia masih merasa segan dan menghormati Haryadi makanya ia hanya masih belum merealisasikannya. Padahal dengan sedikit ilmu sebagai ketua adat yang ia miliki bisa saja Vina bertekuk lutut padanya. Sejauh ini pak Nur belum memakainya. Semakin hari Haryadi semakin asik tinggal di base camp dan sering menginap di rumah Dewi. Ia seakan lupa istrinya ia titip di rumah dinasnya bersama keluarga Pak Nur. Ia percaya istrinya akan baik baik saja disana. Padahal Vina selama di pulau itu merasa amat tak tentram karena suaminya tak selalu berada di sampingnya. Haryadi hanya menemaninya jika akhir minggu dan waktu libur mereka habiskan untuk ke Padang dan membeli keperluan juga perawatan tubuhnya. Sedangkan untuk waktu berdua duaan dan berhubungan suami istri mereka lakukan namun tak membuat Vina puas, Haryadi hanya sebatas menunaikan kewajibannya saja. Bagi Vina kondisi itu masih dalam batas toleransinya apalagi dia seorang dokter tentu merasakan juga beban berat pekerjaan suaminya selama di pedalaman, padahal selama ini suaminya sudah mendapatkan pengganti dirinya di sana.
Haryadi seakan tak memperdulikan istrinya yang cantik dan masih membutuhkannya itu.Apalagi disaat saat malam menjelang tak ada kegiatan yang bisa Vina lakukan selain hanya mengutak atik notebooknya.Dan syukurlah selama itu,ia juga merasa terhibur oleh anak anak Pak Nur yang sering menemaninya di rumah terkadang jalan jalan di pantai atau kalau ada waktu ia juga ditemani Bu Nur.Namun akhir akhir ini Bu Nur tidak bisa lagi menemaninya jalan jalan sore karena anak anaknya butuh di asuh Bu Nur dan semakin rewel. Terkadang ia terpaksa minta bantuan Pak Nur untuk sekedar menemaninya ke pantai atau pulang ke rumah jika pulang dari rumah Bu Nur. Perlahan keakraban Vina dan Pak Nur semakin terjalin sesuai yang di rencanakan Bu Nur dan suaminya itu. Vina tak malu lagi minta dibonceng pulang atau jalan ke pasar untuk membeli kebutuhannya.Pak Nur semakin senang sebab rencananya mulai berjalan lancar,dan sedikit demi sedikit ia pun mulai menggunakan sedikit ilmu pemikatnya. Padahal awal awal dulu dikenalkan suaminya kepada Pak Nur,Vina amat takut dan sedikit kuatir melihat sosoknya yang seperti patung hidup. Sebab selain memang Pak Nur kurang begitu bersih, kulitnya juga dihiasi tatto yang menegaskan bahwa ia adalah seorang laki laki tetua dan di segani di lingkungan pulau itu. Namun karena kebaikan dan pendekatan oleh Haryadi dan penerimaan Vina terhadap sikap bersahabat keluarga itu membuatnya yakin jika Pak Nur amat baik apalagi ia juga sering bermalam di rumah kayu miliknya.Yah meski rumah itu hanya di sekat oleh bilik bilik kayu. Namun Vina merasakan nuansa alami yang belum pernah ia dapatkan di kota Jakarta. Selama ini ia tak merasakan adanya kesan di buat buat dari sikap keluarga Pak Nur ini. Ia dengan senang hati juga membantu keluarga Pak Nur jika kekurangan finansial. Kesan keakraban diantara merekalah yang membuat Vina kerasan di pulau itu, meski sering di tinggal suaminya. Sedangkan suaminya di pedalaman dengan seenakknya tidur dan bermesraan bersama Dewi. Haryadi tidak lagi mengingat Vina jika sudah bersama Dewi. Ia seakan terperangkap dan lupa pada statusnya yang sudah menikah dan memiliki seorang wanita yang sangat cantik dan setia. Vina pun seakan larut dengan kegiatannya bersama Bu Nur dan sering bermain main dengan anak anak Bu Nur di rumah Bu Nur. Terkadang baru malamnya ia pulang ke rumahnya diantar Pak Nur.Dan setiap hari Pak Nur sudah punya tugas untuk menjemput dan mengantarnya pulang Vina terkadang diantar Bu Nur.
Bu Nur sering bercerita kepada Vina tentang keindahan alam di hutan bakau dan pedalaman pulau itu. Cerita cerita Bu Nur mampu menghilangkan kegelisahan Vina dan pernah diajak Bu Nur untuk ke desa Pak Nur. Sesuai rencana, maka mereka pun berangkat dengan menumpang perahu yang di dayung Pak Nur dengan di bantu pemuda kampung itu. 2 jam perjalanan menggunakan perahu akhirnya mereka sampai di desa itu. Pak Nur dan istrinya juga anak-anaknya berikut Vina menuju rumah panggung milik Pak Nur. Di sana mereka langsung naik ke rumah dan disambut beberapa orang wanita yang salah satunya adalah Dewi. Siang itu juga Pak Nur menyuruh sesorang memanggil Haryadi ke base camp yang tidak jauh dari desa itu. Sorenya, Haryadi sampai juga di rumah Pak Nur. Dengan sedikit kode dari Pak Nur bahwa semuanya aman, Haryadi pun menyambut Vina dengan mesra. Vina tak tahu bahwa di dekatnya ada Dewi wanita istri simpanan suaminya. Setelah mencicipi makanan yang di suguhkan keluarga Pak Nur, akhirnya Vina diajak jalan jalan keliling rumah oleh suaminya. Saat berjalan jalan itu,Vina melihat beberapa rumah panggung masyarakat desa itu banyak memelihara babi. Vina sempat kaget karena merasa kesehatan masyarakat desa itu bisa terganggu jika di bawah rumah mereka ada ternak babi. Namun Haryadi menerangkan bahwa bagi masyarakat di desa tersebut adalah wujud dari status sosialnya. Vina pun mengerti karena diberi tahu suaminya dan dengan hati hati Haryadi pun bilang bahwa daging yang mereka makan tadi adalah daging hewan tersebut. Saat itu Vina langsung kaget dan shock. Ia tak mengira makanan yang ia makan itu daging babi. Dengan masih shock ia ingin memuntahkan semuanya sambil berkata
“itukan haram bagi kita mas”
“tak apa apa koq..kan bisa mendongkrak gairah nanti malam.” Jawab Haryadi enteng sambil mengamit pinggang istrinya.
Dengan sentakan sedikit Vina berusaha menjauh dan tampak sebel dengan kelakuan suaminya itu. Memang kerinduan Vina kepada belaian suaminya malam itu tersalurkan. Makanan sore tadi sedikit banyak membantu meningkatkan libido mereka berdua.Di dalam kamar rumah panggung milik Pak Nur itu.
Di ranjang kayu yang sama juga Haryadi kembali menggumuli istrinya, biasanya ranjang itu ia gunakan bersama Dewi. Namun Haryadi tampaknya tak mampu berhubungan secara optimal. Ia seakan tak mampu memuaskan istrinya karena bayangan Dewi selalu muncul dan mengganggu konsentrasinya, padahal Vina sudah siap juga karena pengaruh makanan yang ia makan. Kekecewaan kembali mendera Vina. Ia hanya mampu membalikkan tubuhnya yang telanjang ke arah dinding kayu kamar itu. Tubuh putih mulusnya masih dibasahi keringat yang seakan siap menjalankan kewajibannya malam itu bersama suaminya.Di balik kamar itu, tanpa sepengetahuan Vina, Pak Nur intens menyaksikan kegiatan suami istri itu dengan antusias. Ia dapat menyaksikan secara keseluruhan anatomi tubuh Vina dengan bebas tanpa ada hambatan. Bu Nur saat itu sudah tertidur dengan lelap karena kecapaian siang tadi menyiapkan makanan untuk tamunya itu. Dengan seksama Pak Nur menyaksikan kehalusan dan kesintalan tubuh Vina. Sungguh amat cantik dan mulus kulit tubuhnya. Pak Nur semakin ingin juga merasakan kehangatan tubuh Vina. Dan dari kegiatan di kamar itu malam itu, ia yakin bisa mengisi kekosongan dalam diri Vina. Pagi harinya, merekapun bersiap siap pulang. Begitu juga Haryadi akan kembali ke base camp. Ia mengantar Vina ke atas perahu bersama Pak Nur sekeluarga dan berpesan untuk hati hati di jalan. Dalam hatinya Haryadi gembira sekali istrinya cepat cepat pulang. Ia pun memanfaatkan kesempatan itu untuk kembali mendatangi Dewi. Sesampai di rumahnya Vinapun kembali kepada rutinitasnya bermain main dengan anak Bu Nur yang kecil dan lucu itu. Dalam keasikannya itu ia selalu dipantau Pak Nur. Pak Nur seakan merasa tak lama lagi Vina akan jatuh ke dalam pelukannya.tak sulit memang baginya. Pak Nur tahu kegundahan hati Vina saat itu yang ditutupinya dengan bermain main dengan anak anak Pak Nur. Bu Nur pun memanggil Vina dan mengajaknya makan di rumah itu karena baru saja masak. Tanpa sungkan lagi Vina pun memenuhi ajakan Bu Nur itu dan makan bersama. Di meja makan itu, Pak Nur berinisiatif membuka perbincangan. Ia ada rencana untuk ke daerah yang amat bagus pemandangan hutan bakaunya, tak hanya akan melihat pantai. Jika Vina berminat ia boleh ikut. Buru buru Bu Nur bilang bahwa ia tak bisa ikut karena ada petugas di puskesmas yang akan datang.
Tanpa berpikir panjang Vina menyetujui untuk ikut karena untuk mengisi kekosongan waktunya.Apalagi suaminya baru pulang 4 hari lagi. Pagi esoknya pak Nur bersiap siap dengan perahunya dan hanya Vina sendiri yang ikut karena Bu Nur tak bisa ikut. Mereka akan ke daerah yang dikatakan Pak Nur itu hanya berdua saja dan sorenya mereka kembali pulang. Vinapun menyiapkan makanan kecil yang ia bawa dari rumahnya. Selama perjalanan dengan perahu itu, Vina amat antusias melihat hutan bakau dan sungai yang tenang. Tak ada hawa panas di sana, yang ada hanya bunyi hewan hewan seperti burung dan kera.cahaya matahari menembus sela sela pohon bakau. Ketenangan amat dirasakan Vina dengan segenap jiwanya untuk menghalau kegundahan hatinya. Ia amat bersyukur ada seseorang yang mau menemaninya jalan jalan seperti ini. Iapun mulai simpati kepada Pak Nur yang saat itu ada pekerjaan namun masih mau mengajaknya ke desa pedalaman. Vina merasa mendapatkan tempat untuk menghilangkan segala keluh kesahnya selama di pulau itu. Dalam keasikan dan ketenangan suasana air sungai di tengah hutan bakau itu, tiba tiba Vina terkaget kaget melihat 2 ekor buaya yang sedang berenang dan berdempet seolah sedang tiarap. Tubuh keduanya seolah menyatu seperti penunggang kuda. Dengan ketakutan yang amat mendalam Vina bergeser mendekat ke arah Pak Nur.
“Paaaaakkk….aaaddda buaaya…” sahutnya.
“Tenanglah Bu Vina…” jawab Pak Nur “Jangan panik….kalau kita panik bisa mengganggu mereka, itu buaya yang sedang kawin koq Bu” terang Pak Nur. “Jadi kita tenang saja dan jangan mengangetkan mereka” imbuh Pak Nur lagi.
“Yaaa ..Pak” jawab Vina dengan mimik wajah ketakutan.
Dengan mengayuh perahu dengan perlahan lahan akhirnya menjauh dari buaya yang sedang kawin itu. Tak terasa akhirnya mereka sampailah di daerah yang yang dituju. Perahu dirapatkan Pak Nur ke pinggiran sungai dan mengikatkan talinya pada sebuah kayu yang biasa digunakan nelayan untuk menambatkan perahu mereka. Tempat itu mirip pelabuhan kecil namun terlihat sepi.
Pak Nur turun duluan dan dari atas tangga ia berusaha membimbing tangan Vina agar jangan sampai terpeleset ke dalam sungai. Dengan genggaman yang kokoh Pak Nur meraih tangan Vina yang lembut dan halus itu. Ups….akhirnya kaki Vina menginjak papan kayu di pinggir sungai itu. Vina menaiki anak tangga dan berjalan ke daratan, sedang Pak Nur mengemasi perbekalan yang berada di atas perahu. Sesampai di desa itu,memang penduduknya masih jarang dan Vina dapat menduga bahwa desa itu amat indah dan masih alami. Ia hirup udaranya sedalam dalamnya. Udaranya masih segar dan kicauan burung burung yang saling bersahutan. Kemudian mereka berdua memasuki desa dan bertemu warga desa yang sedang beraktifitas siang itu. Saat itu jam di tangan Vina menunjukkan pukul 12 lewat 15, namun ia tak melihat satu tempat yang bisa ia gunakan untuk beribadah. Ia hanya melihat beberapa pondok kayu yang atapnya bertanda salib. Tanpa bertanya ia tahu itu adalah tempat beribadah umat di daerah itu. Desa itu amat sederhana dan warganya juga tak banyak. Desa itu lebih tepatnya sering digunakan oleh misionaris untuk beristirahat. Namun sebahagian lagi warganya lebih banyak berdiam di hutan untuk berburu babi dan ikan. Jadi terlihat banyak gubuk gubuk yang memang ditinggalkan mereka. Pak Nur dan Vina terus memasuki desa, namun yang terlihat hanya hutan kecil dan tak terlihat warganya. Di suatu gubuk kosong mereka berhenti untuk beristirahat.
”Ini gubuk siapa Pak?”tanya Vina.
Pak Nur bilang dulu gubuk ini dibikin oleh seorang missionaris yang singgah di desa ini, namun karena sang missionaris sudah menetap di desa lain maka gubuk ini dibiarkan tinggal. Namun sering digunakan oleh para pendatang untuk beristirahat…terang Pak Nur.
”Bapak sering kemari?’ tanya Vina lagi.
“Yah sering juga, paling mencari hewan buruan ..Pak haryadi juga pernah saya ajak ke sini Bu” jawab Pak Nur, “Malah Pak Haryadi juga bermalam di gubuk ini, selain bersih di gubuk ini cukup aman Bu” terangnya lagi.
Vina semakin faham akan keterangan pak Nur itu. Setelah meletakkan pebekalannya, ia berjalan keliling gubuk yang masih kuat dan bersih itu. Sementara pak Nur sibuk membersihkan isi dalam gubuk. Sambil mengamati hutan dan memotret burung-burung Vina tampak asik dengan alamnya.
Merasa perutnya mulai keroncongan, Vina pun masuk ke gubuk dan mencari makananyang ia bawa. Namun tak ia duga Pak Nur sudah membawakannya buah buahan juga makanan yang ia beli di dalam desa dari penduduk. Kemudian mereka berdua makan dengan lahapnya. Pak Nur dan Vina pun amat menikamati hidangan yang di beli Pak Nur. Apalagi saat itu hawa di tempat mereka berteduh amat sejuk dan semilir angin hutan.
”Enak ya pak di daerah sini,selain pemandangannya bagus juga udaranya masih segar” kata Vina.
“Ya Bu, makanya kami sebagai pemuka daerah ini berusaha sebisa mungkin agar alam di pulau ini terpelihara terus. Kami tak ingin nanti hutan ini di rusak orang orang tak bertanggung jawab Bu” jawab Pak Nur.
Vina menganggukkan kepalanya mendengar dengan penuh antusias perkataan laki laki tua itu. Ia amat suka alam di desa ini dan di lubuk hatinya ingin berlama lama di daerah itu. Vina sudah bosan melihat kesemrawutan kehidupan di kota. Sejenak ia dapat melupakan kegundahan dan kekesalan pada suaminya Haryadi. Selain itu ia amat salut dan kagum akan sikap dan tanggung jawab Pak Nur yang merupakan putra daerah tersebut. Lambat laun ia merasakan Pak Nur amat berkharisma dan memiliki magnet yang enak diajak berbincang karena ia mengusai berbagai topik yang ditanyakannya. Kini Vina merasa mendapatkan orang yang tepat untuk diajak diskusi dan bertukar pendapat baik mengenai alam, pekerjaan dan juga masalah keluarga. Vina tak lagi memikirkan bahwa Pak Nur yang jorok, kampungan, dan juga berbeda suku juga agama dengannya akan mampu membuatnya betah bertanya tentang berbagai hal. Meski Pak Nur asli daerah itu dan jauh dari hiruk pikuk perkotaan akan mampu mengusai berbagai hal. Sepertinya tak sebanding dengan pendidikannya yang mungkin jauh dari cukup ditunjang keadaan pulau yang boleh dibilang agak terbelakang itu. Mungkin orang kebanyakan akan merasa jijik, jorok dan takut jika berdekatan dengannya, namun bagi Vina semua itu bukan masalah yang penting baginya saat itu adalah pak Nur bisa memenuhi harapannya untuk menemaninya jalan jalan kepelosok pedalaman dengan sukarela dan melindungi dirinya.
Setelah makan dan perut mereka kenyang dengan makanan yang di beli Pak Nur,Vina kembali ke aktifitasnya memotret apa saja objek yang menarik hatinya dan ada nilai keindahan. Tak luput dari objek potretannya adalah Pak Nur. Pak Nur pun dengan senang hati menuruti apa yang di minta Vina sebab ia ingin Vina terlihat senang dan gembira, apalagi ia juga mulai merasakan adanya perhatian Vina padanya. Pak Nur pun menunggu waktu yang tepat untuk mendapatkan Vina. Saat itu Vina sudah dekat secara personal dengannya. Dan itu tak lama lagi, bisik hati Pak Nur. Vina pun asik minta dipotret Pak Nur dan dengan terkadang mereka juga mengabadikan foto mereka berdua dengan memakai remote otomatis. Terkadang Vina lepas kontrol dengan berpelukan pada bahu pak Nur seolah itu suaminya. Terkadang mereka mengabadikan saat Vina di gendong Pak Nur bak pasangan yang sedang kasmaran. Pak Nur sadar itu adalah spontanitas Vina yang tak didapatnya dengan Haryadi yang masih berada di base camp. Sebagai laki laki Pak Nur juga amat suka di perlakukan seperti itu. Apalagi ia juga sempat memeluk tubuh sintal, putih,dan harum milik Vina. Ia menikmati saat keasikan itu dan bagi Vina itu adalah kali pertama ia dengan spontan melepas tawa, canda dan kemesraan dengan laki laki lain. Vina merasa Pak Nur bukanlah orang asing lagi. Tak jarang anak anak rambut Vina menyapu wajahnya. Vina tak sungkan sungkan lagi memeluk tubuh kurus penuh tato dan bau itu. Sebagai wanita terpelajar dan dewasa ia tak mempermasahkannya lagi. Keasikan hari itu harus berakhir karena hari mulai sore dan awan hitam mulai tampak.pak Nur mengingatkan Vina untuk segera kembali agar tidak terlalu malam dan kehujanan di tengah hutan itu. Dengan sedikit kecewa Vina menyetujui saran Pak Nur untuk balik ke desa mereka. Namun belum sempat mereka mengemasi peralatan, tiba tiba petir menyambar dan angin kencang menyapu tempat mereka berada. Saking terkejutnya Vina saat itu ia menghambur memeluk.
“Awwww….Pak!,,,,,,aku takut Pak!”
“Tenang Bu,,,tenang” Jawab pak Nur yang saat itu di peluk dengan erat oleh Vina.
Saat di peluk Vina pak Nur nyata sekali merasakan gundukan dada sekal milik wanita itu. Namun tak ingin dianggap kurang ajar Pak Nur pun berusaha sedikit merenggangkan pelukannya dan menarik tangan Vina. Dengan sedikit berlari pak Nur membimbing Vina masuk ke gubuk itu.
Tak lama hujan turun dengan deras dan angin kencang seolah ingin menghantam gubuk itu. Di dalam gubuk itu mereka berteduh dari guyuran hujan di luar halamannya. Untunglah mereka tidak sempat basah oleh air hujan, pada sebuah tempat duduk dari kayu panjang mereka duduk. Vina duduk di samping Pak Nur. Ia amat kaget mendengar petir tadi dan wajahnya pucat karena masih kaget. Lalu Pak Nur berdiri dan mengambil air minum yang telah ia sediakan siang tadi. Ia tuangkan air minum pada sebuah gelas yang telah ia sediakan.Air itu ia serahkan kepada Vina.
”minumlah dulu Bu” katanya sambil menyerahkan gelas pada Vina.
Buru buru Vina meraih gelas itu dengan gugup dan langsung meminumnya. Air di gelas itu ia minum hingga tandas dan menyerahkan kembali gelas kosong pada Pak Nur.
”terima kasih ya Pak, bapak baik sekali” katanya.
“Sudahlah Bu,,,biasa saja lah,,,saya juga sama dengan ibu.manusia biasa” jawab pak Nur.
Lalu pak Nur meletakkan gelas pada sebuah meja. Sebelum kembali ke dekat Vina, pak Nur mengambilkan sebuah sweater yang tadi kenakan Vina saat berangkat. Masih tercium bau wangi parfum Vina yang melekat di sweater itu. Ia menyerahkan sweater itu pada Vina untuk dipakai karena udara semakin dingin. pak Nur kembali duduk di samping Vina karena hanya itu satu satunya tempat duduk yang ada di gubuk dan sebuah dipan kayu yang masih beralaskan tikar pandan yang masih bersih.
“Lumayan gubuknya sudah dibersihkan tadi” terang Pak Nur.
Vina hanya diam saja dan mengatupkan kedua tangannya ke dadanya, ia masih kuatir dan takut karena masih mendengar suara petir yang masih keras.
“Pak gimana nih kita pulang?” tanya Vina kuatir.
”Ya kita harus menunggu hujan reda dulu Bu, sebab tak mungkin kita pulang sekarang apalagi hujan deras begini, entah kapan redanya.”jawab Pak Nur, “apalagi jika saat ini pasang sedang naik, apa Ibu ndak takut jika nanti di sungai kita bertemu buaya atau perahu kita oleng? apalagi sudah senja seperti ini maka terpaksa kita bermalam di gubuk ini.”terang Pak Nur.
“Hiiiii…hhh…”sungut Vina, “jangan Pak…saya nggak mau ketemu buaya lagi” ia nampak kuatir.
Dengan terpaksa malam itu,mereka bermalam di gubuk itu.Tampak curah hujan amat deras dan membuat mereka tak bisa keluar gubuk
shusaku is offline Add to shusaku's Reputation Report Post Reply With Quote Multi-Quote This Message Quick reply to this message Thanks
The Following 4 Users Say Thank You to shusaku For This Useful Post:
ceriwizz, IgoManiac, Labia, querique
Sponsored Links
Master Agen Bola Terpercaya Untuk Taruhan atau Judi Bola Online SBOBet IBCBet
shusaku
View Public Profile
Send a private message to shusaku
Visit shusaku's homepage!
Find More Posts by shusaku
Add shusaku to Your Contacts
Old 06-26-2009, 06:00 PM #2
shusaku
Tukang Download
shusaku's Avatar
User ID: 2836
Join Date: Apr 2008
Posts: 86
Thanks: 0
Thanked 253 Times in 27 Posts
shusaku baru gabung jadi belum dikenal di krucil
Default
”Nah ibu bisa berbaring di dipan kayu itu” kata Pak Nur.Pak Nur berusaha menghidupkan lampu minyak yang ada di dinding gubuk itu.
Dengan penerangan seadanya malampun beranjak.
”Biar saya di bangku ini saja” terangnya lagipada Vina.
Berarti malam itu Vina akan bermalam di dalam gubuk bersama laki laki selain suaminya di tengah hutan. Jauh di dasar hatinya ia merasa tak nyaman saat itu, namun karena sudah akrab dan dekat dengan keluarga Pak Nur rasa kekuatirannya itu pun hilang. Vina pun beranjak ke dipan yang di tunjukkan Pak Nur. Dipan kayu itu cukup bersih dan masih kuat. Jelas memang dipan itu dipakai untuk beristirahat bagi yang singgah di gubuk itu.Vina menghempaskan pantatnya di atas dipan sambil melipat tangan. Ia pun melipat sweaternya sebagai bantal untuk berbaring. Saat itu rasa kantuk dan dingin amat mendera pori pori kulitnya. Suasana dingin di hutan dan hembusan angin bercampur hujan membuat tubuhnya yang sintal kedinginan. Dari tempat duduk panjang itu Pak Nur memperhatikan tubuh istri Haryadi itu dengan seksama. Ada rasa kelegaan di dasar hatinya karena malam seperti saat ini ia bisa mewujudkan keinginannya. Saat Vina berjalan menuju dipan, Pak Nur memperhatikan tubuhnya yang dibalut kaos oblong biru bahan streck yang halus. Tampak tali bhnya yang halus membayang di kaosnya. Sedangkan celana jeans Vina amat serasi dengan pantatnya yang sekal. Vina pun merebahkan tubuhnya di dipan. Ia berusaha untuk menghilangkan rasa canggung yang menderanya. Vina pun menghadap ke arah pintu yang sudah ditutup Pak Nur dari tadi. Berbagai pikiran berkecamuk di dalam kepala Vina saat itu, baik mengenai suaminya juga keluarganya di Jakarta dan pak Nur. Vina tak pernah berpikir atau membayangkan akan sampai seperti ini. Meski dalam hatinya saat itu ada rasa bingung terhadap suaminya, namun ia bukanlah type wanita yang suka membuka masalah pada orang lain. Ia akan meilih milih orang yang tepat dan selama ini ia hanya pernah mengeluh pada Bu Nur. Dalam keasikan ia berpikir, tiba tiba Vina mendengar ada krasak krusuk di luar gubuk. Dinding gubuk seolah di dorong dorong dari luar. Sedangkan bunyinya semakin dekat. Ia bangun dari berbaring dan duduk. Tampak Pak Nur pun waspada dan memberi kode pada Vina untuk diam dengan melertakkan telunjuknya di bibirnya.
Dengan mengendap ngendap Pak Nur berjalan ke pintu dan memalang pintu dengan kayu balok yang ada. Ia lalu menuju ke arah tempat Vina duduk. Sambil berbisik Pak Nur bilang itu suara babi hutan yang mungkin kedinginan karena hujan, maklum di hutan, terang Pak Nur pada Vina. Saat itu Vina menjadi takut dan cemas. Tapi Pak Nur menyakinkannya bahwa tak apa apa, nanti juga pergi sendiri. Gubuk itu cukup aman dari banjir dan binantang buas terangnya lagi. Ada sedikit kelegaan di dada Vina saat itu. Namun kelegaannya tak berlangsung lama, dinding gubuk itu semakin kuat di gesek gesek babi hutan dan seperti di dorong dengan kuat.Vina semakin takut dan merapatkan diri ke arah Pak Nur. Ia takut sekali,
“Pak aku takut pak” suara Vina halus.
Lalu tanpa di suruh ia pun memeluk tubuh tua di sampingnya. Ia tak berpikir siapa laki laki itu. Toh saat itu ia amat ketakutan dan ia pikir biasa saja. Pelukan Vina di sambut Pak Nur dengan pelukan erat, seakan berusaha melindunginya. Di atas dipan itu kedua tubuh anak manusia berlainan usia itu berpelukan dengan sangat rapat. Pak Nur merasa lega karena dapat memeluk tubuh yang ia impikan selama ini dan sedang berusaha untuk menundukannya. Dengan perlahan Pak Nur membisiki Vina agar jangan terlalu takut, nanti juga pergi…terang pak Nur di telinga Vina sambil menghembuskan nafasnya yang hangat. Vina merasa nyaman saat itu,karena sedikit rasa takutnya hilang juga hawa hangat dari nafas pak Nur membuatnya terbuai. Bagi Pak Nur pelukan itu membuatnya merasakan dengan nyata tonjolan buah dada Vina di dadanya. Saat itu Vina masih terbalut kaos oblong, tapi nyata sekali rasa hangatnya oleh Pak Nur. Apalagi di malam dingin saat itu.Vina tak berprasangka apa apa pada Pak Nur saat itu. Benar apa yang dikatakan Pak Nur itu, perlahan tak terdengar lagi suara krasak kresek di dinding kayu gubuk itu. Namun yang terdengar justru suara hujan yang semakin deras dan angin yang kembali bertiup kencang. Itu dirasakan Vina saat melihat bagian dalam gubuk yang dihempaskan angin. Lalu Pak Nur berusaha melepaskan pelukannya pada tubuh Vina dan duduk berdampingan. Namun tampak Vina sedikit enggan melepas pelukannya mungkin karena hawa dingin dan rasa nyaman yang tiba tiba hilang.
Dalam hati Vina berkhayal seandainya saat itu ia hanya berdua suaminya alangkah indahnya melewati malam dengan suasana menegangkan dan menakjubkan berdua.Namun khayalannya terputus saat Pak Nur menutupkan kain panjang yang ada di sebuah lemari kecil di gubuk itu pada Vina.Kain itu tampak bersih dan sengaja di tinggal di lemari itu. Vina menerima kain panjang itu dan menutupkan ke tubuhnya agar tak merasa dingin, sekali lagi ia simpati pada Pak Nur yang amat melindungnginya dari hawa dinginnya malam. Lalu dibalutkannya kain itu ke bahunya.Pak Nur kembali duduk di sampingnya.
”masih dingin ya Bu Vina?” tanyanya.
“Sudah agak mendingan Pak” jawab Vina, “Terima kasih ya Pak? Bapak baik sekali pada saya” imbuhnya lagi.
“Nah jika ibu mau berbaring ya baring saja” kata Pak Nur lagi.
”belum pak, masih belum ngantuk” jawab Vina lagi.
”O,,begitu ya Bu” jawab Pak Nur lagi.
Pak Nur lalu memberanikan diri meraih bahu Vina yang terbalut kain panjang itu untuk rebah di bahunya. Vina pun menurut seolah tak mempermasahkannya. Ia merebahkan kepalanya di bahu pak Nur dan berusaha memejamkan matanya. Sebenarnya rasa ngantuk dan hawa dingin amat menyiksanya saat itu. Namun ia masih merasa jengah untuk mengakuinya pada Pak Nur. Saat Vina merebahkan kepalanya di bahu Pak Nur, tangan pak Nur berusaha membelai rambutnya yang sebahu dan harum itu. Aroma parfum mahal Vina masih kentara meski sudah bercampur dengan keringatnya siang tadi. Dari rambut belaian tangan Pak Nur turun ke pipi dan daun telinga Vina. Tampak pak Nur mulai merangsangi ibu muda ini dengan perlahan. Dari balik daun telinganya, elusan tangan Pak Nur terus turun ke tengkuk yang berbulu halus itu. Vina merasa geli dan terangsang. Dengan gelisah ia berusaha menurunkan kepalanya ke paha Pak Nur, tanpa berusaha melepaskan diri dari elusan itu.matanya masih tetap terpejam seolah tertidur, namun saat itu ia membayangkan suaminya yang melakukannya. Telah lama ia merasa gersang dan tak di sentuh suaminya dengan cara yang seromantis saat itu.
Pak Nur tahu apa yang harus ia perbuat untuk menaklukan ibu muda ini.Selain itu semua ini adalah sudah di rencanakannya dengan rapi dan di restui istrinya.Maka Pak Nur dengan sepenuh hati akan berusaha mewujudkan keinginannya malam itu.Dan selama ini segala rangsangannya tak di tolak Vina maka berarti tak menemui kendala.Merasa kurang lancar usahanya mengelus Vina ,lalu pak Nur membangunkan tubuh Vina dan menyuruhnya berbaring saja di dipan.”Bu,,,berbaring saja ya?Ibu terlihat capai sekali”terang Pak Nur berbasa basi,padahal posisi Vina tadi tak membuatnya nyaman bekerja.Saat Vina sudah berbaring dan menghadap ke dinding membelakangi Pak Nur.Pak Nur pun berbaring di belakang Vina,dan dipan cukup untuk dua orang.Tangannya kembali membelai rambut hingga ke daun telinga Vina.Tampak Vina kegelian dan menangkap tangan Pak Nur untuk berhenti.Namun Pak Nur tetap berusaha membelai belai tengkuknya.Rasa geli dan gairah yang mulai timbul membuat Vina memegang jari tangan Pak Nur dengan erat.vina seakan ingin menghentikan elusan laki laki yang bukan suaminya itu.Saat di pegang oleh jari Vina,pak Nur membiarkan saja di genggaman tangan halus itu.Ia pun mengalirkan hawa hangat dengan membalas genggaman itu. Saat Vina mengenggam tangan Pak Nur,Vina pun membalikkan tubuhnya dan bangun dari baring.Ia lalu melepaskan tangan itu dengan hati hati takut menyinggung perasaan Pak Nur.Vina lalu duduk dan bersandar di dinding gubuk itu.Dalam temaram cahaya lampu,ia tak ingin tidur malam itu.Ia merasa kuatir nanti salah langkah dan berbuat yang terlarang dengan laki laki tua itu,bagaimanapun ia masih memiliki rasa cinta kepada suaminya.Namun hal tadi membuatnya sedikit bimbang. Rabaan jari pak Nur di tengkuknya mampu memercikan api gairah dalam dirinya. Sebagai seorang wanita terhormat dan berpendidikan ia merasa tak selayaknya membiarkan hal tadi terjadi. Namun semua rasa ego di dirinya berperang dengan rasa bathinnya yang kering kerontang. Di lain pihak Vina amat menghormati Pak Nur juga istrinya, dan di pihak lain hatinya juga berkata mereka adalah orang lain dan bukan apa apanya. Di saat kebimbangan itu ,pak Nur pun bangun dari berbaring dan berada di sampingnya.
”ada apa Bu Vina?” tanyanya
” Nggak ada apa apa koq Pak?” jawab Vina, “saya hanya merasa kan dingin dan ingat suami”, jelas Vina menutupi kegugupannya.
Pak Nur bukanlah laki laki biasa.Ia dapat membaca apa yang dipikirkan istri Haryadi itu.Tangannya meraih jemari Vina yang masih melingkar cincin perkawinan itu. Sambil mengusap jari itu, Pak Nur menciuminya. Pak Nur ingin Vina sadar bahwa ia juga dicintai Pak Nur. Melihat Pak Nur menciumi jemarinya yang melingkar cincin berlian perkawinan itu, Vina berusaha menarik tangannya. Namun tak bisa karena kuatnya genggaman tangan Pak Nur. Ia hanya memicingkan mata tak kuat melihat moment itu. Vina adalah wanita dewasa dan mengerti arti dari perbuatan Pak Nur saat itu, bahwa Pak Nur menyukai dirinya. Tak ada suara yang terdengar di antara mereka saat itu,yang terdengar hanya suara hujan yang membasahi gubuk itu. Pak Nur lalu meraih wajah cantik Vina dan memandang matanya.
”Bu Vina,,,boleh saya menciumi ibu?” tanyanya.
Vina tak bisa menjawab sebab ia menjadi serba salah dan takut menyinggung perasaan orang tua yang amat berjasa padanya dan suaminya itu. Selain itu ia masih risih jika menyiyakan atau menolak. Sikap diam Vina ditanggapi Pak Nur sebagai persetujuan, pria itu lalu mendekatkan mulutnya yang bau dan agak dower itu ke bibir mungil Vina. Tak ada pemaksaan dari Pak Nur atau penolakan dari Vina saat itu. Saat bibir laki laki itu menyentuh kulit bibirnya, Vina hanya mampu memicingkan mata. Ia hanya diam pasrah menerima jejelan bibir tebal itu di mulutnya. Perlahan Pak Nur mulai mengulum dan mengecup bibir milik ibu muda itu. Vina seakan menikmatinya dengan menerima secara pasif kuluman itu. Perlahan lahan ia mulai terbakar gairah.Vina mulai membalas belitan lidah Pak Nur dan menerima hisapan lidah Pak Nur di mulutnya. Ia mulai tak peduli dengan bau busuk yang keluar dari mulut laki laki itu. Dalam keasikan kedua manusia berlainan jenis itu berciuman dan saling mengulum, tangan Pak Nur pun ambil kesempatan. Seakan tak mau kalah, jari jari pak Nur menyasar ke dada Vina dan memilinnya dari luar kaosnya. Saat itu Vina seperti tersiram air dingin ia sadar dan menolakkan tubuh Pak Nur. Sambil menepiskan tangan Pak Nur dari dadanya ia juga menghapus air ludah yang sudah belepotan di bibirnya.
Dengan mimik wajah sedikit malu dan kesal ia menatap mata Pak Nur. Ia tak menduga sama sekali Pak Nur akan seberani itu meraba dadanya. Padahal tadi ia mau menerima ciuman bibir Pak Nur hanya karena rasa terima kasih dan simpatinya atas segala bantuan Pak Nur kepadanya selama ini. Tindakan Pak Nur tadi membuatnya sadar bahwa ia masih punya suami.
”maaf pak…kita tak boleh melewati batas seperti tadi” jelas Vina tegas.
“Maaf Bu…” jawab pak Nur.
Pak Nur juga kaget atas penolakan Vina barusan padahal ia merasa yakin akan mendapatkan tubuh Vina saat tadi. Ia baru memulai dan selama ini ia tak pernah menemui masalah dan hambatan untuk menggauli wanita. Dengan Vina ia merasa menemui jalan buntu dan ia harus memutar otak lagi untuk menaklukkannya. Pak Nur turun dari dipan itu dan berjalan ke arah pintu. Pintu ia buka dan keluar gubuk sedangkan saat itu masih hujan. Vina hanya memperhatikan tingkah laki laki tua itu, ia merasa sedikit kekuatiran akan ditinggal di dalam gubuk sendirian malam itu. Dalam hati Vina bertanya apakah Pak Nur tesinggung dengan penolakannnya tadi. Vina lalu turun dari dipan dan keluar gubuk ingin tahu apa yang dikerjakan Pak Nur. Sesampai di pintu ia melihat Pak Nur berdiri sambil memegang kemaluannya dalam posisi membelakangi pintu. Rupanya Pak Nur selesai buang air kecil dan sedang mengancingi celana panjangnya. Saat ia membalik ke arah pintu ia mendapati Vina sedang berdiri di pintu. Vina sedikit gugup dan merasa malu karena ia sempat memperhatikan saat Pak Nur buang air kecil tadi.
”ada apa Bu?” tanya pak Nur, “apa ibu ingin buang air kecil juga?”
“Oh…tidak Pak..tadi saya kira bapak akan ke mana hujan hujan begini” jawab Vina gugup.
“O..saya lagi pingin kencing keluar bu, di sini jambannya jauh apalagi hujan begini jadi nggak sempat ke sana”, terang Pak Nur, “Ayo bu…masuk lagi di sini dingin sekali”.
Vina berjalan duluan ke dalam gubuk dan menghenyakkan pantatnya di dipan. Sementara pak Nur terlihat kembali menutup pintu gubuk dan memalangnya.
Malam itu masih hujan,hawa dingin di luaran tadi mampu membuat tulang seakan rontok. Temaram cahaya lampu minyak seakan menambah suasana lain di dalam gubuk kayu itu. Di atas dipan yang beralaskan busa tipis itu Vina duduk menyandar dan mengatupkan kedua tangannya karena dingin. pak Nur berjalan kearah Vina yang meringkuk karena dingin di dipan kayu itu.
”Dingin amat malam ini Bu” kata Pak Nur membuka percakapan.
“ya pak” jawab Vina, “tapi di sini apa banjir Pak?” tanya Vina
”tidak mungkin banjir Bu…selain tempat ini tinggi, di hutan ini tak pernah banjir, tapi ibu jangan kuatir, pondok ini cukup tinggi dan aman dari binatang buas kan lantainya dari kayu yang cukup aman dari tanah” terang apak Nur.
Pak Nur pun duduk berdampingan dengan Vina. Suara hujan yang membasahi pondok itu masih jelas terdengar. Melihat Vina yang semakin kedinginan pak Nur berusaha merapatkan tubuhnya ke tubuh ibu muda itu.
”Agar ibu tak kedinginan ibu boleh ke pangkuan saya aja bu” tawar pak Nur.
Vina masih tak merasa enak sebab ia tak ingin kejadian tadi terulang,namun belum sempat ia menjawab, pak Nur sudah memeluk tubuhnya ke dalam pelukannya. Vina tak kuasa menolaknya sebab selain perasaan dingin yang mendera saat itu adalah saat tubuhnya istirahat. Apalagi hawa hangat yang terpancar dari tubuh pak Nur membuatnya nyaman dalam pelukan laki laki tua itu. Vina pasrah saja saat Pak Nur memeluknya erat sambil meraih kedua jemari tangannya. Vina hanya memejamkan matanya merasakan hawa hangat yang amat ia butuhkann saat itu. Perlahan ia merasakan pipinya di belai jemari kasar Pak Nur. Vina hanya membuka matanya sebentar kemudian ia mengatupkan matanya lagi seolah menginzinkan Pak Nur membelai pipinya yang putih mulus itu. Tak perlu membuka matanya lagi, Vina merasakan jari tangan Pak Nur membelai belai balik telinganya dan tengkuknya. Di sana ia rasakan hangat yang mampu menaikkan gairahnya.
Di telinganya Vina mendengar permintaan halus dari Pak Nur untuk menciumi bibirnya lagi.
”Buuu..Vina,,saya cium lagi boleh kan?” itulah pertanyaan yang sayup terdengar di telinganya.
Vina hanya melihat sebentar kearah Pak Nur namun tak menjawabnya. Bagaimanapun ia sebagai wanita tak mungkin menjawab suatu permintaan atau permohonan dari laki laki yang bukan suaminya itu. Perlahan tapi pasti, kembali bibir mungil Vina merasakan jelajahan bibir kasar milik Pak Nur. Awalnya perlahan dan hati hati, namun kemudian maju masuk ke dalam rongga mulutnya. Memang Vina sempat membaui bau yang tak sedap dan seakan mau muntah oleh aroma mulut Pak Nur, namun ia tak sempat menolak atau meludah. Vina hanya menerima olahan dan jelajahan lidah Pak Nur yang bermain di dalam rongga mulutnya. Ini kali kedua bibirnya di jelajahi bibir laki laki lain selain suaminya. Bibir Pak Nur adalah yang kedua kalinya setelah tadi sore. Lambat laun karena olahan dan ciuman bibir Pak Nur yang semakin panas mau tidak mau Vina pun membalasnya. Ia tak lagi memandang dengan siapa ia berciuman bibir saat itu. Vina pun membalas setiap belitan dan tarikan nafas dari mulut pak Nur. tak sadar Vina pun menghirup ludah pak Nur begitu juga sebaliknya. Aktifitas kedua kedua orang yang berlainan jenis itu mampu menghangatkan tubuh keduanya dan Vina tak merasa kedinginan lagi. Keasikan dua orang yang memiliki nafsu terpendam itu semakin menjadi jadi.Pak Nur pun seakan di beri lampu hijau untuk melakukan hal lain kepada tubuh ibu muda itu. tak perlu izin dariVina, tangan Pak Nur pun akhirnya aktif membelai buah dada yang masih tertutup kaos Vina. Tanpa izin dari pemiliknya jari tangan Pak Nur seolah punya mata terus membelai dan sedikit meremas agar tubuh Vina semakin terbakar birahi. Vina pun seakan tak peduli lagi area sensitif di tubuhnya dijamah tangan asing milik pak Nur, padahal selama ini ia hanya mengizinkan suaminya seorang. Tiada penolakan dan perlawanan dari Vina saat itu.pak Nur yakin tak lama lagi Vina akan merengek rengek minta di mesrai kepadanya.
Penerimaan tubuh Vina membantu memperlancar tindakan Pak Nur. Kaos tipis yang melekat di tubuh sintal dan mulus Vina ia angkat dan lepaskan. Vina pun seakan membantu melepaskan busana luarnya saat itu, tak sulit memang. Kaos luar Vina pun akhirnya lepas dan tersisa bra halus yang menutupi gundukan buah dadanya yang berukuran 34b. Vina sempat menutupkan kedua tangannya di dadanya. Ia seakan malu dan jengah dilihat Pak Nur dalam keadaan seperti itu. pak Nur tak ingin membuka kedua tangan yang menutupi dada Vina. Ia hanya merayap dan menciumi leher putih mulus yang teruntai kalung emas.Bibir kasar pak Nur melata di leher jenjang milik Vina.Vina merasa gelid an akhirnya hanya meraih kepala Pak Nur yang berada di lehernya saat itu.Ia lupa menutup buah dadanya dengan tangannya.Pak Nur lalu terus turun dan menciumi belahan dada yang masih tertutup bra putih itu.Tubuh putih mulus Vina semakin tak mampu menahan percikan yang di baker pak Nur.Tubuh Vina seolah menurut setiap gerakan dari jemari pak Nur. Jujur dalam hatinya Vina tak menerima perlakuan laki laki tua itu pada dirinya, namun rasa gersang dan haus belaian yang ia alami akhir-akhir ini membuatnya menurut saja. Pak Nur tak membuang waktu berlama lama, tangannya dengan cekatan berhasil melepas pengait bra milik Vina.Vina terlihat kaget dan malu.
”ah,,,pak…saya malu” jeritnya sambil menutup kembali payudaranya yang putih mulus bergelayut di dadanya saat itu.
”jangan malu Bu Vina,..kan hanya kita berdua di sini” jawab Pak Nur menyakinkan Vina.”ibu tak akan saya sakiti” terangnya lagi.
Vina tahu arah tujuan kata kata Pak Nur. Namun ia tak mencegah semuanya itu terjadi sebelum terlambat. Vina seolah telah tersihir oleh kata kata yang diyakinkan Pak Nur. Kini Vina malah semakin menyerahkan tubuhnya dibaringkan Pak Nur di dipan yang dilapisi busa itu. Ia hanya memicingkan matanya menanti yang akan dilakukan laki laki tua itu pada tubuhnya. pak Nur membaringkan tubuh Vina yang lemah dan telah menurut itu. Lalu pak Nur pun berusaha melepas celana panjang yang dikenakan Vina saat itu. Tak susah memang celana panjang itupun lepas dari tubuh pemiliknya.
Kini di atas dipan kayu itu tubuh Vina perlahan di
telanjangi Pak Nur. Vina tak tahu kenapa ia kini malah membiarkan tubuhnya ditelanjangi orang yang bukan suaminya itu. Padahal jauh di lubuk hatinya ia tak menginginkannya. Selepas dilucuti celana panjangnya kini, pak Nur menaiki dipan kayu itu. Vina kaget karena entah sejak kapan pak Nur sudah bertelanjang dada dan hanya mengenakan celana dalam saja. Di tubuh telanjang pak Nur terlihat penuh tattoo yang melambangkan bahwa ia adalah tetua di daerah itu. Di antara tattoo di tubuh Pak Nur ada sebuah tattoo salib yang berada tepat di bawah pusarnya. Vina tak sanggup lagi memandang tubuh Pak Nur lebih ke bawah lagi sebab ia merasa jengah melihat organ intim milik Pak Nur yang juga ditumbuhi bulu bulu lebat itu. Vina tadinya hanya merasakan tubuhnya dibuka satu persatu. Pak Nur sudah berada di atas dipan berdua dengan sosok mulus dan bugil tubuh Vina. Perlahan pak Nur kekmbali membelai dan menciumi bibir lalu turun ke arah buah dada Vina yang sudah terbuka seutuhnya itu. Benda putih salju itu seakan tak mampu menolak gigitan halus dan remasan tangan kasar penuh tato milik Pak Nur. Vina hanya menggelinjang kegelian dan sesekali melenguh karena gairah. Tangannya pun meraih kepala Pak Nur yang hanya sedikit rambut itu. Bau tubuh pak Nur seolah menambah energi nafsu Vina saat itu. Lelehan keringat keduanya seakan membakar nafsu keduanya dan kedua tubuh itu basah bukan karena hujan di luar namun karena aktifitas keduanya di atas dipan kayu itu.Vina tak lagi berpikir dengan siapa ia bermesraan saat itu yang ada di kepalanya saat itu adalah Que sera sera (Terjadi terjadilah) Toh kini ia sudah hampir telanjang seutuhnya oleh Pak Nur padahal selama ini ia paling anti untuk menjalain hubungan dengan pria lain selain suaminya. Selama saat kuliah saja Vina tak pernah mengizinkan pacarnya saat itu menciuminya. Ia terlalu yakin nanti akan memberikan cinta dan tubuhnya seutuhnya pada suaminya seorang dan laki laki yang menjadi suaminya adalah Haryadi yang ia kenal melalui perjodohan oleh keluarganya. Kini ia tak mengetahui apa yang menyihirnya sehingga menerima semua perlakuan pak Nur pada dirinya yang tak lama lagi akan menghancurkan statusnya sebagai istri setia .Vina tak sanggup lagi berpikir yang sulit sulit saat itu.
Penerimaan Vina terhadap pak Nur menambah semangat pria itu untuk memperlakukannya dengan sebaik baiknya malam itu. Ciuman dan gigitan pak Nur di leher dan buah dada Vina seakan minyak yang membakar api birahinya saat itu. Vina seolah kembali menemukan dunianya yang hilang selama ini. Dengus dan rintihan seolah minta agar pak Nur menuntaskan gairahnya disadari pak Nur. Meski saat itu di mata Vina terpejam dan ada lelehan air mata disudutnya. Namun pak Nur tahu itu adalah permintaan yang tulus dari seorang wanita matang dan dewasa itu. Ia akan memberikan apa yang diingini wanita cantik istri Haryadi. Apalagi Pak Nur juga beranggapan ia sudah memberikan seorang wanita pada Haryadi dan Haryadi juga harus membalasnya dengan merelakan Vina untuknya. Itulah yang ada di benak Pak Nur. Sejauh ini Vina tak mengetahui apa yang terjadi dengan suaminya yang telah terjerat gadis di pulau itu. Sedangkan dirinya saat ini benar benar tak mampu berpikir jernih lagi sebagai wanita terpelajar, terhormat dan memiliki seorang suami. Vina seolah menyerah bulat bulat pada Pak Nur yang seorang laki laki asli pulau itu dan memiliki kekuasaan dan pengaruh di pedalaman itu. Pada saat itu Pak Nur tetap sibuk membakar nafsu Vina agar dapat dengan mudah ia eksekusi. Pilinan dan remasan tangan Pak Nur perlahan di kedua buah dada ibu muda itu mampu membuat Vina semakin larut. Pilinan tangan dan jilatan berpengalaman laki laki tua itu mengalahkan pengalaman yang dimiliki Vina selama ini. Apalagi selama ini Vina hanya di perlakukan monoton oleh suaminya dalam berhubungan badan. Vina semakin terjerat oleh alunan gelombang yang di pancarkan jari tangan Pak Nur di sekujur tubuhnya. Pak Nur tahu dan mengerti Vina amat butuh bimbingannya saat itu. Tiba tiba pak Nur berhenti dan terlihat ia mengambil patung salib yang berada di dinding pondok itu. Patung itu ia turunkan dan letakkan di dinding sejajar dengan kepala Vina. Kemudian terlihat Pak Nur seolah berdoa dan berkomat kamit yang tak jelas di dengar Vina. Saat itu Vina hanya memejamkan mata dan hanya menunggu apa yang akan terjadi malam itu. Kemudian pak Nur mengambil air yang berada di sebuah bejana yang berada di dalam kotak kecil di dinding itu. Air itu di percikan ke tubuh Vina mulai dari atas kepala hingga ke kaki Vina. Mata Vina terbuka dan terkejut karena dinginnya air yang di percikan Pak Nur saat itu.
Dengan suara halus dan seolah menahan sesuatu Vina bertanya,
”air apa itu Pak Nur? dingin sekali” kata Vina.
Lalu dijawab pak Nur, “itu air suci agar kamu bisa tenang pikiran dan tak diganggu oleh pikiran pikiran negatif” terang pak Nur lagi.
Mendengar keterangan pak Nur Vina pun diam dan kembali memejamkan matanya. Percikan air tadi adalah ritual yang biasa dilakukan Pak Nur pada setiap wanita yang akan ia gauli dan biasanya setelah ia percikan air itu, wanita itu akan menurut pada tutunan dan bimbingan laki laki yang akan menggaulinya saat itu. Selesai ritual itu, Pak Nur kembali menyapu bibir Vina dan disambut Vina dengan penuh nafsu. Bulu bulu di tangannya seolah berdiri setelah disiram air percikan tadi. Kuluman dan jelajahan lidah pak Nur di rongga mulut Vina mampu mkembali menggiringnya mengikutinya. Sedang tangan Pak Nur tak tinggal diam. Dengan intens jarinya kembali meremas dan memilin buah dada putih yang kini sudah di beri cupangan tanda oleh pak Nur.Vina pun menyorongkan dadanya ke arah bibir Pak Nur yang kini sudah di lehernya sambil mengigit kecil.
“Aduh pak….mmmm….Pak…pak!!” hanya itu yang terdengar dari mulut Vina.
Vina lalu meraih kepala Pak Nur seolah tak mau ditinggalkan oleh gigitan dan jilatannya. Kini ia serasa amat membutuhkan Pak Nur dan rasa gatal di organ pusat kewanitaannya minta dibelai. Sejauh ini Pak Nur belum mau menganggu bagian intim Vina itu. Ia hanya bermain di sekitar dada dan leher belakang Vina yang putih bak pualam itu. Sesekali ia jilat juga liang telinga wanita cantik itu. Vina semakin tak sabar oleh langkah dan tindakan Pak Nur. Ia semakin merengek dan menghentakkan kakinya. Tak lama kemudian tangan Pak Nur turun kearah bawah pusar Vina yang masih tertutup cd putih itu. Sempat dilihat pak Nur selangkangan Vina itu mulai basah oleh cairan dari dalam tubuhnya padahal saat itu memang kedua tubuh mereka sudah amat basah dan licin oleh keringat. Tangan pak Nur masuk dari atas karet cd Vina, salah satu jari telunjuknya mencari celah yang terasa agak sempit itu. Terasa oleh Pak Nur ada cairan lengket yang mulai merembes keluar. Vina merasakan jari pak Nur masuk ke areal intimnya terkejut sdan kaget.
Dengan melepaskan tangannya dari kepala Pak Nur, tangan putih yang ditumbuhi bulu bulu halus dan melingkar gelang emas itu berusaha menarik keluar tangan Pak Nur dari organ kewanitaannya itu. Namun apalah daya Vina saat itu, selain ia sudah terbakar nafsu dari Pak Nur ia pun berada di posisi sulit saat itu. Kini tangannya hanya mampu memegang pergelangan tangan Pak Nur yang asik di dalam celana dalamnya. Tak hanya jari telunjuknya yang masuk ke celah vagina Vina, jari tengah pak Nur yang kokoh itu juga masuk. Vina hanya mampu menahan gairah yang tak lama lagi akan memuntahkan lahar dari liang sempitnya. Dan memang tak lama kedua jari Pak Nur asik memilin daging kecil di celah milik Vina itu. Tiba tiba Vina menjerit dan tubuhnya menegang.
“Awww,,,,ughhh,…Pak ampun….uhhhhhhhh,,,,uh.uh!!” dengan putus putus suara itu keluar dari mulut Vina.
dari jarinya pak Nur tahu Vina sudah orgasme dan di jari tangannya dibasahi lendir orgasme Vina. Tubuh ibu muda cantik itu kemudian melemah dan telentang di dipan dengan memejamkan mata menikmati orgasme yang baru saja ia dapatkan dari jari tangan Pak Nur. Pak Nur lalu menarik keluar jari tangannya dari liang vagina Vina. Tampak kedua jarinya basah oleh lendir kenikmatan Vina. Pak Nur lalu menjilat kedua jarinya hingga bersih, Vina sempat melihat perbuatan Pak Nur itum jauh di lubuk hatinya Vina amat merasa aneh dengan kelakuan laki laki tua itu, selama ia berhubungan dengan suaminya yang ia cintai belum pernah ia melihat kejadian yang seperti itu. Ia merasa Pak Nur amat menghargainya dan mampu memberinya kenikmatan sexual yang tak didapatnya dari suaminya, meski saat itu ia tak melakukan coitus. Pak Nur lalu sedikit menjauh dari tubuh Vina. Rupanya ia melepas celana dalamnya.dari temaram cahaya lampu dinding di pondok itu, tersembulah kelamin Pak Nur yang amat panjang dan besar seperti ular pyton itu. Kelamin Pak Nur seolah belum bangun saat itu. Vina tak menyadari bahaya yang akan ia alami malam itu. Bisa saja ia akan mengalami pingsan jika bersebadan dengan laki laki itu, namun sejauh itu ia masih terdiam dan tertidur menikmati saat orgasme yang jarang ia alami.
Pak Nur menuju kearah Vina dan menangkupkan kedua tangannya ke buah dada yang sudah sering ia pilin tadi. Pilinan dan remasan itu membuat Vina kembali terbangun dari mimpinya. Vina merasakan lidah pak Nur melata di sekujur tubuhnya. Mulai dari kakinya hingga ke pusar dan melewati vaginanya. Jilatan lidah pak Nur tanpa jijik sedikitpun terus beranjak hingga ke buah dada dan leher juga jidatnya yang sudah mengering.Vina merasakan jilatan pak Nur seperti api yang kembali membakar nafsunya. matanya kembali terbuka meski dengan pandangan sayu dan letih setelah orgasme tadi. Sejauh ini ia belum melihat senjata pamungkas milik pak Nur sedang mengancamnya. Pak Nur lalu berusaha melepas celana dalam putih Vina yang basah oleh keringatnya. Vina tampak agak keberatan karena saat itu kesadarannya seakan mulai kembali, namun Pak Nur dengan sedikit paksaan berhasil melepas benda terakhir di tubuh istri Haryadi itu. Kini Vina sudah tak tertutup apa apa lagi. Tubuh putih mulusnya sudah terbuka semuanya seperti bayi dewasa yang putih bak pualam itu. Tanpa terdengar oleh Vina karena hujan kembali deras malam itu, pak Nur berdecak kagum melihat kesempurnaan tubuh indah milik Vina itu. Ia amat mengagumi keindahan yang ada di tubuh yang kini tergolek di dipan kayu itu.Tubuh putih itu seolah minta dikasihi dan dilindungi dari gangguan udara dingin malam itu. Vina hanya berusaha merapatkan kedua kakinya. Meski tadi organ kewanitaannya telah dicabuli oleh jari Pak Nur. Namun hanya itu yang bisa ia lakukan untuk melindungi benda miliknya yang berharga itu. Pak Nur amat bersyukur dan sempat berdoa dengan karunia yang ia dapatkan itu. Ia amat berharap dapat membimbing Vina untuk bersama sama mengarungi malam itu berdua dengannya untuk melaksanakan persebadanan. Dari temaram cahaya Vina hanya mampu menunggu saat saat yang akan membawanya ke mana tujuan Pak Nur saat itu. Ia tak tahu lagi bagaimana untuk menggagalkan uasaha laki laki yang ia kenal di pulau itu, padahal saat itu ia amat membutuhkan pertolongan suaminya agar ritual malam itu gagal. Namun suami yang ia harapkan membantunya malam itu, tanpa sepengetahuannya kini sedang berada di atas tubuh wanita lain.
Melihat Vina diam dan memejamkan mata, Pak Nur meraih tangan halus ibu muda itu.Ia membawa tangan Vina ke arah kemaluannya untuk dipegang Vina sebagai pengenalan terhadap benda miliknya. Saat Vina memegang benda yang mulai mengeras seperti tonggak kayu itu, ia tersadar itu adalah kelamin milik Pak Nur. Vina buru buru melepaskan pegangannya. Ia kaget tak mengira benda milik Pak Nur sepanjang dan sebesar itu. Amat asing baginya, selama ia praktek kedokteran dulu tak pernah ia menemui benda yang sekuat dan sepanjang itu. Diam diam dalam dadanya berperang rasa takut dan jijik jika benda itu memasuki dirinya. pak Nur sadar itu amat berat bagi Vina, apalagi kini ia menyadari kemaluannya amat panjang dan besar namun ia tetap akan melakukannya juga malam itu bersama Vina. Lalu Pak Nur pun tak lagi memaksa Vina memegang kemaluannya.Pak Nur lalu menciumi bibir Vina agar pikiran ibu muda itu rileks kembali.Rabaan dan pilinan didada Vina mampu mengembalikan nafsu gairah Vina kembali.Pak Nur lalu menuangkan kembali air dari bejana tadi ke kepala Vina hingga kakinya. Seolah mendapatkan pengaruh dari air itu, Vina kembali diam dan menurut apa yang dilakukan Pak Nur. Pak Nur menarik tangan Vina ke arah kemaluannya untuk di pegang. Aneh, kini Vina tak lagi ketakuatan dan kuatir.Tangannya memegang batang kemaluan Pak Nur dengan erat. pak Nur menikmati tangan halus milik ibu muda itu memegang kemaluannya.Pak Nur lalu mengulum bibir dan leher Vina, lalu di telinga putih yang bergiwang berlian itu, ia membisiki Vina
“Bu…sekarang apa sudah siap untuk kawin?” bisik Pak Nur.
Seolah bisikan itu adalah permintaan dari suaminya,Vina hanya membuka sedikit matanya lalu terpejam kembali. pak Nur tahu itu adalah persetujuan Vina yang diucapkan dengan isyarat padanya. Persetujuan yang didapat Pak Nur dari Vina itu menggembirakan laki laki tua itu.Lalu ia angkat kedua kaki Vina hingga terkuak liang sempit yang pernah dipakai Haryadi, suaminya.
Dengan lidahnya ia jilati telapak kaki Vina berulang ulang hingga ke pangkal pahanyanya yang putih sulit di ungkap dengan kata kata itu. Liang kewanitaan Vina ditumbuhi bulu bulu halus tertata rapi dan indah. Tampak pemiliknya amat memelihara dan menjaga area kewanitaannya. Selain itu kulit tubuh Vina amat terawat tak sama dengan kulit wanita di pulau itu. Jilatan dan permainan lidah pak Nur diliang kewanitaan Vina membuatnya tak melihat dirinya lagi. hentakan kakinya di kepala pak Nur seakan menambah nafsu pria itu untuk memesuki celah itu.
“Aduh….pak…ampun….pak…sud ahhhh pak!” hanya itu yang keluar dari bibir mungil Vina.
Liang itu kemudian mulai berlendir siap untuk dimasuki kemaluan pak Nur. pak Nur memposisikan dirinya sejajar dengan tubuh Vina. Kedua paha Vina dibukanya untuk memudahkan ia masuki. Sesaat sebelum memasuki liang itu Pak Nur kembali berdoa. Sebelum memasuki liang Vina, pak Nur membuka kulit yang menutupi topi bajanya. Sebab kemaluannya memang tak disunat. Dan perlahan benda panjang miliknya mulai meretas jalan. Sedetik mulai berlalu, Pak Nur dengan kesabaran memasuki liang sempit itu. Agak sulit memasuki liang milik Vina. Kedua tangan Vina ia raih dan jari jarinya ia pegang dengan kedua tangannya dengan poisi membuak.
“Aw,,,,aw,,,aduhhhh..Pak….jang an pak jangan dipaksa pak!!” jerit Vina saat pertemuan kelamin keduanya, padahal saat itu baru kepalanya saja yang masuk.
Saat itu Pak Nur seperti memerawani seorang gadis. Jerit sakit dan pegangan Vina di tangannya ditahan Pak Nur dengan kuat. Dengan sedikit dorongan agak kuat pak Nur berusaha menembus liang sempit itu dan memang kemaluan pak Nur seperti merobek sesuatu, di dalam kemaluan Vina.Rupanya selama ini Vina tidak seutuhnya di perawani oleh suaminya. Selaput daranya termasuk agak tebal dan apalagi Haryadi juga tak intens menggauli istrinya itu. Jadi Vina masih sebagai gadis perawan hingga di masuki kemaluan Pak Nur. Jerit sakit dan dengus tertahan keluar dari mulutnya. Sekujur tubuhnya telah mandi keringat karena selain nafsunya yang telah terbakar juga ia melepas kegadisannya saat itu.
Pak Nur amat berpengalaman tentang itu dan mulut mugil yang menggairahkan itu ia sumbat dengan bibirnya. Vina hanya bisa meneteskan air mata karena berbagai sebab dan salah satunya karena saat itu ia tidur dan disebadani laki laki lain. Bagi Pak Nur itu wajar saja Vina menangisi dirinya saat itu. pak Nur belum menambah masuk kemaluannya ke liang Vina saat itu hanya sebagain saja. Ia ingin melihat ekspresi wajah cantik itu merasakan detik detik ia masuki. Kemudian tak terdengar lagi tangis sesegukan Vina. Kini Vina sudah menuruti kemauan Pak Nur. Pak Nur melanjutkan mendorong dan tak butuh waktu lama, dengan jerit tertahan di mulut Vina, semua batang kemaluan Pak Nur amblas. Pak Nur kembali mendiamkan poisinya saat itu. Ia lalu membisiki Vina
”Bu Vina, kini kita sudah kawin, apa ibu rela?” tanya Pak Nur.
Vina tak menjawab dan hanya memejamkan matanya saja saat itu. pak Nur tak membutuhkan jawaban bibir Vina saat itu. Penyerahan diri Vina malam itu saja sudah merupakan tanda baginya bahwa wanita itu tak lagi menolak keinginannya. pak Nur lalu melanjutkan dorongan maju mundur kemaluannya kedalam liang sempit milik Vina. Berulang ulang ia masuki dan keluarkan kemaluannya yang perkasa itu dari liang kewanitaan ibu muda itu. Yang terdengar hanya dengus Vina dan suara paha keduanya yang beradu hingga menambah semnagat Pak Nur menggagahinya. Vina akhirnya orgasme dengan mencengkram bahu Pak Nur dengan amat kuat hingga pria itu merasakan sedikit perih di bahunya. Namun pak Nur sadar Vina sudah melalui masa terence nya. Tubuh putih itu lunglai dan melemah pasrah kalah. pak Nur tetap saja memasukan kemaluannya ke dalam liang Vina hingga ia sempat minta berhenti.
”sudah pak….saya gak kuat lagi…ampun pak!” suara permohonan Vina pada Pak Nur.
Namun sebagai laki laki perkasa dan kuat Pak Nur tak begitu saja mau menuruti permintaan ibu muda cantik itu. Berulang ulang ia maju mundurkan kemaluannya di dalam rahim Vina hingga Vina sempat menjerit sakit dan terdiam pingsan. Meski Vina saat itu pingsan Pak Nur masih terus memaksa masuk ke kelamin Vina hingga ia pun membasahi rahim ibu muda itu dengan cairan pembuat bayi miliknya. Pak Nur ingin mebuahi rahim Vina saat itu. Bagaimanapun ia ingin melihat bagaimana jadinya jika Vina hamil oleh benihnya. Dalam keadaan pingsan itu, Pak Nur sempat melihat ke batang kemaluannya ada sedikit noda darah. Ya noda itu adalah noda keperawanan Vina yang masih utuh dan Pak Nur yang mengambilnya. Pak Nur adalah laki laki kedua yang berhasil mengambil keperawanan Vina, dengan kemaluannya yang cukup besar dan panjang itu.Ada kebanggaan tersendiri di diri pak Nur saat itu.
Malam itu perkawinan kedua mahluk berlainan suku,dan usia juga agama itu terlaksana dengan lancar tanpa hambatan.Pak Nur amat berbahagia atas karunia yang ia dapat. Ia sangat bersyukur karena telah berhasil membimbing Vina dalam persetubuhan malam itu. Pak Nur pun berdoa agar Vina bisa jadi miliknya selama di pulau itu. Pak Nur pun akhirnya tertidur dengan berpelukan dengan tubuh telanjang Vina seperti suami istri yang baru saja menjalani malam pertamanya. Subuh harinya keduanya terbagun, masih membekas di mata Vina sisa sisa tangis dan penyesalan malam itu. Ia turun dari dipan namun dilarang Pak Nur.
”Bu Vina di sini saja dan jangan berjalan dulu, masih sakit kan?”imbuhnya.
Vina diam saja dan menag ia merasakan pangkal pahanya terasa nyilu dan sakit jika digerakan.Tiba tiba Vina sadar subuh itu ia tak berbusana. Dengan kedua tangannya ia tutup buah dadanya yang sudah merah merah itu. Pak Nur merasa iba pada Vina dan berusaha mencari kain di lemari. Rupanya dalam lemari masih ada kain batik dan diberikannya pada Vina. Kemudian ia mengumpulkan pakaian Vina yang tertumpuk di meja. Busana itu diserahkan pada Vina.
“Apa ibu mau mandi nanti?” tanya Pak Nur.
“nggak usah Pak” jawab Vina, “hujan kan sudah berhenti, bagaimana jika kita pulang saja?” sarannya lagi.
“Ya itu yang saya ingin bilang pada Ibu, namun apa ibu sudah kuat untuk berjalan?” tanya Pak Nur lagi.
”ya, bisa Pak, tapi bapak bimbing ya?” pinta Vina.
Pak Nur dan Vina akhirnya meninggalkan pondok kenangan itu pagi harinya. Selama perjalanan di atas perahu keduanya hanya diam membisu sesekali Pak Nur memandang Vina yang malam tadi ia sebadani. Tampak mata Vina menyimpan kesedihan dan bekas air mata. pak Nur membuka percakapan.
”ibu marah pada saya?”
Vina menukas, “marahpun sudah tak ada gunanya Pak, semua sudah terjadi” jawabnya singkat.
pak Nur kembali diam dan tak ingin memancing ibu muda itu tersulut emosi lagi. Beberapa jam kemudian mereka sampai di kediaman Vina setelah di bonceng Pak Nur dengan sepeda motor yang ia titipkan. Sesampai di rumah Vina langsung masuk dan Pak Nur pun kembali pulang.
Selama di rumah Vina mandi dengan sebersih bersihnya seolah menghilangkan noda yang menempel di tubuhnya. Setelah mandi ia pun makan makanan karena lapar yang menyerang juga karena aktifitas bersama paka Nur. Berbeda dengan pak Nur selama perjalanan pulang ia bersiul siul senang sebab dapat mewujudkan keinginannya pada Vina yang cantik. Tak sia sia usahanya selama ini. Setiba di rumah pak Nur disambut Bu Nur. Melihat sikap Pak Nur yang gembira itu, Bu Nur tahu, suaminya berhasil mewujudkan keinginannya.
”bagaimana Pak?,berhasil?” tanya Bu Nur.
”Ya, sukses Bu, apalagi Vina itu jarang digauli sumainya bu” terang pak Nur pada Bu Nur.
Tak sedikitpun wanita itu cemburu terhadap suaminya itu. Dengan demikian ia tak akan bekerja keras lagi melayani nafsu Pak Nur. Kini sudah ada Vina yang akan menggantikan posisinya. Bagi Bu Nur, merasa Pak Nur sudah kembali seperti sedia kala lagi dan berharap Vina bisa lama di pulau itu dan syukur syukur menetap. Itu adalah keinginan keluarga itu. Setelah kejadian ia dan pak Nur di pondok itu, Vina sedikit jadi pendiam, namun selama bersama suaminya ia tak mau memperlihatkan sikapnya. Ia biasa saja melayani suaminya, namun kini,ia merasakan hambar saja dan hanya menjalankan kewajibannya sebagai istri di tempat tidur. Vina tak merasakan puas lagi berhubungan bersama suaminya. Ia masih merasakan romantisme saat bersama Pak Nur. Meski saat itu ia melakukannya di sebuah pondok dan suasana pedalaman, namun kejadian itu mampu membuatnya utuh sebagai wanita dewasa. Begitu juga saat Haryadi pulang dari base camp dan mereka melakukan hubungan suami istri, hanya kehambaran yang dirasakan Vina saat bersama suaminya itu. Dalam hatinya Vina amat mengagumi keperkasaan Pak Nur dan cara pak Nur memperlakukannya amat mengesan di palung hatinya. Sekembalinya Haryadi ke base camp, Vina kembali kedalam rutinitasnya bersama Bu Nur di puskesmas. Sejauh ini Bu Nur tak mau bertanya atau menyinggung nyinggung kejadian Vina dengan suaminya. Vina pun sempat bertemu dengan pak Nur saat ia akan mengantar Vina ke rumahnya. Selama perjalanan dengan sepeda motor, Vina hanya diam tak mau membuka pembicaraan.Pak Nur tahu kejadian tempo hari amat memukul psikologis Vina yang memang wanita baik baik.
Sesampai di rumah Vina, pak Nur di tawari minum kopi.
”ngopi dulu pak?” basa basi Vina menghilangkan kekakuannya sambil membuka kunci rumah..
”boleh Bu, sudah lama saya gak minum kopi bikinan ibu” jawab pak Nur.
Kemudian keduanya masuk ke dalam rumah dan tanpa disuruh Pak Nur langsung duduk di ruang tamu. Sementara Vina terus ke arah dapur membikinkan kopi buat pak Nur. Tak lama kemudian Vina keluar dengan membawa segelas kopi dan sepiring kue kecil
“diminum kopinya Pak dan kue hanya ini yang ada” jelasnya
”Ah jadi merepotkan Bu”, sahut Pak Nur.
Vina tak menjawab lagi perkataan Pak Nur, ia hanya memperhatikan Pak Nur minum kopi bikinannya.
”Enak amat kopinya Bu”puji Pak Nur.
”ah..biasa saja koq pak” jawab Vina, “ini kopi saya beli di Padang bulan kemaren bersama Mas Haryadi” terang Vina, “bulan ini mas Haryadi tak bisa mengantar saya ke Padang, apa bapak Bisa menemani saya ke Padang minggu depan?” tanya Vina.
Memang Haryadi tak bisa menemani istrinya itu ke Padang sebab ada kesibukan yang tak bisa ia tinggalkan di base camp, malah Haryadi meyarankan istrinya minta bantuan Pak Nur atau Bu Nur ke Padang dan itu diizinkan suaminya. Mendengar permintaan Vina saat itu, Pak Nur langsung menyetujui sebab mana mungkin ia akan membiarkan Vina yang cantik itu naik kapal sendirian ia ingin menemaninya apalagi sudah diizinkan suami wanita itu.
“Bagaimana Pak?” tanya Vina.
“Baiklah Bu, saya bersedia ke Padang menemani ibu” jawab pak Nur lagi.
Di rumah Vina Pak Nur disuguhi kopi dan makanan kecil. Sambil menyuruh Pak Nur menghabiskan minumannya Vina minta diri untuk ke kamar sebentar. Pak Nur merasa itu adalah undangan Vina buatnya untuk ke kamar juga mengulangi kejadian beberapa hari yang lalu. Jika Vina marah padanya sejak kejadian itu,mana mungkin Vina akan mengajaknya menemani ke Padang.
Sambil menutup pintu luar, Pak Nur masuk ke kamar Vina. Saat itu Vina sedang akan mengganti pakaiannya. Ia tak menduga Pak Nur akan masuk kamarnya saat itu.
”Pak…jangan masuk Pak….nanti ketahuan orang Pak!” kata Vina.
”Bu Vina jangan takut, di pulau ini tak ada yang berani pada saya” terang Pak Nur.
“Tapi….kan bisa lain waktu Pak” Vina mencoba mengelak lagi
“Apa bedanya Bu? saya juga tahu ibu juga sedang kepingin kan?” kata Pak Nur.
Vina sudah tak mampu membalas argument laki laki tua tetua adat itu . Ia pun kini diam dan pasrah akan apa yang akan dilakukan laki laki itu. Perlahan pak Nur mendekat ke arah Vina dan mengulum bibir wanita itu. Vina hanya memejamkan mata menikmati kuluman laki laki tua itu. Ia dengan suka rela mau saja menerima jejahan lidah Pak Nur di dalam rongga mulutnya. Begitu juga rabaan tangan Pak Nur pada buah dadanya tak ditepis Vina lagi justru ia ingin terus dirabai dan di pilin tangan tangan lincah Pak Nur. Tiba tiba ia terkejut karena Pak Nur menghentikan rabaan juga kuluman di bibirnya.
“Bu Vina, siang ini saya ada perlu, malam nanti aja saya kembali ke sini ya Bu?” kata Pak Nur.
Dalam hati Vina mendongkol karena ia merasa di permainkan laki laki tua itu.Padahal ia baru akan meningkat nafsunya saat itu,dan laki laki memang egois gerutu hatinya. Pak Nur keluar kamar dan menghabiskan kopi yang dibikinkan Vina. Sambil izin keluar rumah, Pak Nur sempat mencium bibir Vina sesaat dan meraba selangkangan ibu muda cantik itu dengan berkata,
“sabar ya Bu, malam nanti kita selesaikan”, bisiknya di telinga putih Vina.
Muka Vina saat itu hanya memerah mendengar perkataan Pak Nur itu.Pak Nur pun berlalu dan pintu ditutup Vina. Sore harinya Vina sudah masak dan mandi dengan sebersih bersihnya sebab malam itu ia akan bersama Pak Nur. Kamarnya pun ia bersihkan dengan mengganti spreynya dengan yang baru dan menyemprotkan pewangi ruangan. Selama ini Vina jarang melakukannya jika suaminya pulang. Tempat tidurnyapun ia tata sedemikian rupa agar menimbulkan suasana romantis dan Ac pun ia hidupkan dengan suhu yang cukup sejuk. Tak lupa ia pun memakai parfum Bulgari kesukaannya.
Vina mengenakan pakaian kemeja tidur dan celana pendek sebetis. Siang tadi ia telah memasak makanan untuk makan malam bersama laki laki tua itu. Terlihat saat itu Vina amat membutuhkan kedatangan Pak Nur ke rumahnya dan ingin ia layani dengan baik seperti seorang istri menunggu suami tercinta datang. Namun sore itu tiba tiba cuaca berubah gelap dan hembusan angina yang semakin kencang. Tak lama kemudian hujanpun turun dengan derasnya. Sempat Vina merasa pesimis laki laki tua itu akan datang. Hujan turun tanpa henti dan senjapun menjelang. Suasana sekitar rumahnya semakin sepi dan Vina pun mengunci pintu ruang tamunya.harapannya seakan pupus saat itu melihat hujan yang tak kunjung reda. Vinapun akhirnya hanya memainkan laptopnya, namun rasa gelisah dan harap harap cemas semakin ia rasakan. laptop tak mampu menghilangkan kegundahan hatinya saat itu. Akhirnya ia matikan laptopnya dan beranjak ke kamarnya. Di atas ranjang peraduan yang biasa ia tiduri bersama suaminya, ia rebahkan tubuh sintalnya, matanya tak juga mampu terpejam. Bunyi ketokan di pintu jendelanya membuat Vina bangun dari baringnya.
”siapa?” tanyanya.
”saya bu” terdengar suara Pak Nur.
”buka aja pintu belakang bu…saya akan masukkan motor di dapur saja” terang suara Pak Nur dari balik jendelanya.
Vina pun keluar kamarnya dan membuka pintu dapur. Terlihat Pak Nur dengan mantel hujannya masuk sambil mendorong sepeda motornya.
“Hujannya deras Bu, dari tadi gak berhenti berhenti, apalagi mantel ini juga robek makanya pakaian basah semua”, kata Pak Nur.
”Ya Pak” jawab Vina lagi sambil memberikan sebuah handuk kepada Pak Nur.
Pak Nur pun membuka mantel hujannya yang basah dan menghapus air hujan di tubuhnya. Mantel hujan tak begitu bisa melindunginya dari air hujan, pakaiannya basah, Vina pun berinisiatif memberikan pakaian ganti milik suaminya ke Pak Nur untuk ia pakai.
”ini baju mas Har..Pak,,,saya rasa muat”, kata Vina.
Pak Nur lalu kekamar mandi dan mengenakan baju pinjaman itu. Tak lama kemudian ia keluar dengan memakai kaos Haryadi. Pak Nur lalu mengambil sebuah bungkusan dari sepeda motornya. Sambil mengeluarkan rantang dan memeberikannya pada Vina.
“Ini tadi ibu menitipkan lauk buat Bu Vina”
“Duh koq repot amat pak” basa basi Vina sambil menyambut rantang itu, “apa isinya Pak?” tanyanya.
“Itu ada sop…yang dibikin tadi siang.” terang Pak Nur, “mungkin aja Bu Vina lapar kan bisa makan sop hari hujan begini” kata pak Nur lagi.
Vina pun meletakkan rantang sop itu di meja makannya. ia juga melihat Pak Nur mengeluarkan sebuah botol yang anggur dari bungkusan di sepeda motornya. Vina tak bertanya lagi sebab ia menduga mungkin saja Pak Nur sudah terbiasa minum anggur agar tubuhnya hangat karena cuaca amat dingin malam itu. Lalu Vina mengajak Pak Nur makan malam. Namun ternyata Pak Nur sudah kenyang karena sudah makan di rumahnya sebelum berangkat tadi.
”apa perlu saya buatkan kopi Pak?” tanya Vina lagi.
”Ah nggak usah Bu, kan ada anggur ini”, jawabnya lagi.
Pak Nur mengambil gelas dan membawa botol anggur itu ke ruang tengah.
”Tadi ibu sudah tidur ya?” tanya Pak Nur.
”Belum Pak”, jawab Vina lagi.
“Ah ibu pasti lagi nunggu saya ya?” Pak Nur bertanya lagi.
“Ah siapa bilang?” bantah Vina bersemu merah merasa malu ditanya demikian.
“Yah…kalau begitu kita ke kamar aja ya Bu” ajak Pak Nur sambil menarik tangan Vina mengikutinya ke kamar.
Vina terpaksa menurut tarikan tangan Pak Nur itu. Pak Nur juga sempat mematikan lampu ruang tamu dan semua pintu telah dikunci Vina semenjak Pak Nur datang tadi. Sesampai di kamarnya,Vina didudukkan pak Nur di ranjang yang bersih dan wangi itu.
Botol dan gelas anggur ia letakkan di meja kecil yang berada di samping ranjang. Lalu lampu di stel meredup oleh Pak Nur. laki laki itu lalu mendekat ke arah Vina dan mengecup bibir yang ranum dan telah siap menunggu itu. Kuluman dan jelajahan lidah Pak Nur di mulut Vina dibalas wanita cantik itu dengan sepenuh hati. pak Nur lalu melepaskan satu demi satu kancing kemeja tidur Vina hingga terlihat bra hitam yang menutupi buah dada yang putih itu. Amat indah dilihat dan menimbulkan nafsu bagi laki laki yang melihatnya apalagi seuntai kalung berlian putih menambah kecantikan dan keindahan leher jenjang milik ibu muda itu. Perlahan bibir dan lidah Pak Nur turun ke leher jenjang yang mulai berkeringat itu. Vina seperti seorang pengantin wanita yang menunggu dibimbing suaminya. Ia menurut saja saat itu, kejadian di pondok pedalaman beberapa saat lalu membuatnya merindukan kembali saat bersama laki laki tua itu. Lidah Pak Nur melata di dinding dada Vina dan dengan tangannya Pak Nur melepas pengait bra hitam itu di punggung Vina. Bra itu ia letakkan di lantai dan mulai lah ia pilin dan remas dengan kedua telapak tangannya. Setiap sentuhan tangan Pak Nur di kulit Vina mampu membuat ibu muda itu memercikan nafsu beribu ribu perintah di syarafnya. Vina pasrah dan sesekali hanya menggerumas kepala pak Nur. Pak Nur terus dengan jilatan dan sedikit gigitan mesra di dada indah itu. Puas di dada Vina, tangan pak Nur lalu melepas celana tidur yang sebetis itu. tak sulit memang karena Vina juga membantu membuka celananya itu. Kini di tubuh Vina hanya tersisa secarik celana dalam putih yang mulai basah di celahnya. Baru awalnya saja di rangsang Pak Nur, wanita itu sudah menggelepar ingin bersama laki laki itu. Pak Nur turun dari ranjang dan melepas kaos yang ia pakai hingga celana dalamnya. Ia ingin bebas berbugil ria di kamar dan ranjang itu bersama Vina. Ia tak perlu malu atau kuatir lagi sebab Vina sudah pernah merasakan keperkasaan alat kelmainnya bermain di rahim wanita itu. Dengan harap cemas Vina terus memperhatikan benda keramat milik laki laki itu. Vina seolah tak malu lagi berduaan dalam keadaan berbugil ria dengan Pak Nur. Pak Nur lalu naik ke ranjang dan mendekat ke tubuh Vina yang sudah hampir bugil semuanya.
Laki laki itu kembali mengulum bibir Vina dan memilin payudara putih yang sudah ada cupangannya. Dengus dan rintihan Vina terdengar seolah cepat dilakukan persenggamaan. Pak Nur masih belum bertindak ke arah itu, ia masih tetap asik dengan buah dada dan leher Vina yang selama ini menarik perhatiannya. Tak lama kemudian ia pun melepas celana dalam wanita cantik itu. Cd Vina di kumpulkan bersama pakaiannnya yang lain yang telah terlepas dari tubuhnya. Kini Vina amat mempesona Pak Nur. Tak ada paksaan dan jengah dari keduanya. Liang kewanitaan Vina tampak masih rapat dan bulu halus di sekitar bibir liang itu amat mempesona dan terawat. Perlahan nafsu kelakian Pak Nur bangkit melihat tubuh indah yang sulit diungkap dengan kata kata itu berada di dekatnya dengan pasrah. Apalagi wangi parfum Bulgari milik Vina mampu mendongkrak nafsu laki laki tua itu. Dengan nakal jari tangan pak Nur masuk ke liang sempit itu. Vina terkaget dan menggelinjang kegelian dan gelisah. rasa gatal akibat jari tangan Pak Nur di liang kemaluannya adalah rasa gatal ingin segera bersenggama. Gerakan memilin dan memutar klitoris Vina membuat ibu muda itu tambah terbakar dan berkeringat. Pak Nur menarik jarinya dan mengambil anggur di meja kecil itu. Anggur ia tuang ke gelas tak penuh memang. Ia minum sedikit dan sisanya ia basahi ke kening, leher, turun ke buah dada, perut, vagina, paha dan kedua kaki putih yang mengkilap itu. Kemudian gelas itu ia letakkan di meja kecil. Dari kaki Vina Pak Nur menjilat cairan anggur yang ia tuang itu dengan lidahnya. Vina kegelian dan merasa amat dihargai sebagai wanita. Ia hanya mampu memicingkan matanya menikmati bimbingan laki laki yang ia kenal di pulau itu. Jilatan demi jilatan lidah Pak Nur hingga lelehan anggur itu tandas, semua tanpa ada rasa jijik di diri laki laki itu. Saat melewati liang kemaluan Vina, lidah Pak Nur memainkan klitorisnya dan sesaat Vina akan orgasme, Pak Nur menghentikan jilatannya. Vina membuka matanya dengan rasa kecewa dan kesal. Namun melihat Pak Nur terus menjilat ke atas tubuh hingga jidatnya kembali rasa kagum dan simpatinya muncul. Semua cairan anggur telah berganti dengan lelehan air ludah Pak Nur. Kini tubuh Vina sudah di mandikan air mulut Pak Nur.
Vina terlihat sudah amat siap melakukan coitus sebab kedua buah dadanya telah tegak mengacung dan kedua pahanya tanpa diminta Pak Nur sudah membuka minta dimasuki oleh Pak Nur. Pak Nur tak membiarkan Vina berlama lama menunggu nya. Perlahan ia buka paha Vina semakin melebar hingga bibir kemaluannya optimal membuka dan tubuh merekapun sudah sejajar. Kedua tangan Pak Nur diraih Pak Nur lalu ia masukkan kemaluannya ke dalam liang Vina. Tak sulit karena liang itu sudah amat basah dan siap dimasukinya. Perlahan dan menimbulkan rasa sedikit nyilu pada Vina. Ada rasa penuh di dinding rahimnya karena pergerakan gesekan pertemuan kelamin keduanya. Dengan sabar dan perlahan akhirnya kemaluan Pak Nur masuk meski tak seluruhnya. Tiada rasa sakit dirasa Vina saat itu, namun bagi Pak Nur ia belum semuanya masuk.
”Bu….ditahan ya Bu, ini belum semuanya”, bisik pak Nur di telinga Vina.
Vina hanya mengangguk.Pas Pak Nur mendorong semua batang penisnya masuk, ia terlonjak menjerit.
“Aduh,,,,,sakit Pak, tahan dulu”, mohonnya.
”Ini juga sudah masuk semua Bu, gak apa kan?” tanya Pak Nur.
Vina diam dan memejamkan mata saja. Lalu kedua kakinya diangkat Pak Nur ke arah bahunya. Vina merasa nyaman saat itu, karena tak sakit lagi, yang ada hanya rasa gatal dan penuh di dalam rahimnya. Pak Nur lalu menarik dan mendorong kemaluannya ke dalam liang milik Vina berulang ulang. Kini hanya terdengar dengus dan rintihan kenikmatan kedua anak manusia berlainan jenis dan usia itu berulang ulang. Beberapa menit kemudian Vina menjerit karena orgasme telah ia dapatkan. Ia mencengkram kedua bahu laki laki itu dengan erat. Pak Nur masih terus maju mundur dan masuk sedalam dalamnya di liang sempit dan hangat milik wanita muda cantik itu. Vina telah mendapatkan orgasmenya. Tubuhnya melemah pasrah diam dan mengangkang. Pak Nur amat pengalaman dalam hal itu, Vina boleh saja terpelajar dan mapan secara kehidupan dan modern dalam kehidupannya, namun dalam hubungan sex ia masih hijau.
Kini Pak Nur masih membimbing wanita bersuami itu. Kedua buah dada Vina ikut bergoyang karena gerakan laki laki penuh tattoo itu. Vina hanya dapat melihat dan memperhatikan gerakan maju mundur pak Nur memasuki dirinya dan yang terlihat olehnya adalah tato salib bawah pusar Pak Nur antara kemaluan dan pusarnya itu seolah membuat laki laki itu amat percaya diri membimbingnya dalam hal itu. Kemudian gerakan Pak Nur semakin kuat dan cepat, Vina sudah tak kuat lagi mengikuti Pak Nur karena ia sudah 2 kali orgasme. Pak Nur menumpahkan air cintanya di rahim Vina dan membasahi liang itu. Gerakannya seolah tak ingin lepas dari liang itu dan organ intim keduanya terlihat menyambung dengan sangat eratnya. Tubuh tuanya yang sudah amat basah oleh keringat dan sebagian jatuh ke tubuh Vina. Tubuh laki laki itu ambruk memeluk tubuh telanjang di bawahnya. Tak lama kemudian keduanya tertidur dengan nyenyak. Tengah malam Vina terbangun karena merasakan hawa dingin mulai menusuk tulangnya. Ia memperhatikan tubuh telanjang laki laki yang telah berpindah di sampingnya. Tampak dengan nyata olehnya benda panjang milik Pak Nur. Rasa keingintahuannya menuntunnya untuk memegang benda itu. Benda itu memang tak disunat namun mampu membuatnya puas dan sulit untuk ia ungkapkan. Pegangan tangan mungil Vina membangunkan Pak Nur dari tidurnya.
”ibu mau dengan benda itu bu?” bisik pak Nur di telinga Vina.
Buru buru Vina melepaskan benda yang masih lengket oleh cairan cinta dari kemaluannya juga kemaluan Pak Nur
“Nggak apa koq Bu, jika ibu mau saya tak keberatan” ,terang pak Nur lagi.
Vina hanya memandang mata Pak Nur yang terlihat kuat dan memancarkan hawa maksiat amat kental itu. Vina lalu menutupkan tubuhnya dengan selimut dan berusaha untuk tidur dan membelakangi tubuh Pak Nur. Namun sia sia saja sebab tangan Pak Nur menahan gerakannya. Tubuh Vina kembali berhadap hadapan dengan Pak Nur.
”Bu..kita makan yuk…saya lapar amat”, ajak Pak Nur sambil turun dari ranjang.
Laki laki itu mencari celana pendeknya dan mengenakannya.
Vina pun berusaha bangun dari baringnya dan mengumpulkan pakaiannya yang teronggok di samping ranjang. Ibu muda itu pun berpakaian tanpa mengenakan celana dalam sebab ia merasa tak nyaman sebab liang kewanitaanya masih terasa lengket dan basah oleh kegiatannya tadi bersama Pak Nur. Vina pun berjalan keluar kamar yang pintunya sudah dibuka Pak Nur. Sesampai di meja makan di dapur itu, ia melihat Pak Nur sedang menghangatkan sop yang ia bawa dari rumahnya. Tanpa segan segan Pak Nur menghidangkan makanan di meja makan. Karena Vina juga merasa lapar karena begitu kerasnya aktifitasnya tadi, ia pun melahap sop dan nasi yang disuguhkan Pak Nur. Sop yang ia makan itu adalah sop yang dibikin Bu Nur dari daging buaya yang ada di pulau itu ditambah dengan bumbu untuk meningkatkan libido dan nafsu bagi yang memakannya. Saat itu Vina seakan merasakan khasiat dari sop yang dibawa Pak Nur. Tubuhnya merasa hangat dan nyaman dan segar. Tenaganya seolah pulih kembali. Pak Nur memandangi Vina yang melahap sop bikinan istrinya itu. Seperti sepasang suami istri, keduanya makan sambil senyum senyum dan kaki Pak Nur dengan nakal bermain di paha Vina.Vina membiarkan kelakuan Pak Nur itu. Selesai makan, mereka kembali masuk kamar. Setelah menutup dan mengunci pintu kamar, mereka pun kembali berpelukan dan saling mengulum. Seolah telah sejiwa, keduanya pun kembali saling membuka pakaiannya. Vina tak malu dan sungkan lagi tubuhnya dipandang Pak Nur dalam keadaan telanjang bulat. Sambil berbisik, pak Nur berkata pada Vina.
”Bu Vina pernah ngoral punya pak Haryadi?”
pertanyaan itu sempat membuat Vina kaget, namun karena saat itu ia sudah di pelukan Pak Nur dan tubuhnya panas minta di cumbui, Vina hanya menggeleng.Vina lalu menjawab dengan berbisik pula bahwa ia tak pernah mengoral suaminya, namun suaminya yang sering mengoralnya. Lalu Pak Nur bilang ia ingin mengajarkannya oral sex. Awalnya Vina agak rikuh dan takut. Namun dengan kesabaran dan di bombing Pak Nur dengan lembut, akhirnya Vina mau membuka kedua bibirnya untuk dimasuki kemaluan pak Nur yang panjang.
Awalnya ia merasa jijik dan mau muntah oleh bau khas kemaluan yang tak disunat itu. Vina secara perlahan mulai mengulum dan menjilat benda yang sudah 2 kali memasuki dirinya itu. Karena Vina masih termasuk pemula, maka ia tak mampu membuat Pak Nur klimaks. Pak Nur dengan sikap yang amat melindungi dan bijaksana membelai dan menjilati semua kulit tubuh Vina hingga licin oleh air ludahnya. Vina pun semakin merasakan ia amat beharga dan disanjung sebagai seorang wanita. Pikirannya pun kini terbuka untuk menerima Pak Nur dalam kehidupannya. Dengan rabaan dan pilinan di sekujur tubuhnya, akhirnya kedua anak manusia itu kembali melaksanakan ritual perkawinannya. Kedua tubuh itu semakin menyatu seolah tak terpisahkan oleh ruang dan waktu. Di tengah derasnya hujan dan petir yang menandakan terjadi penyerahan jiwa seorang wanita muda dan cantik itu untuk di bimbing oleh seorang laki laki tua penguasa pulau eksotis itu. Dengus dan rintihan kenikmatan tak henti keluar dari mulut Vina. Dengan sentakan kuat, akhirnya kedua manusia berlainan jenis itu saling mencapai titik tertinggi dalam hubungan badan malam tersebut. Semenjak malam perkawinannya itu, Vina semakin sulit melupakan pak Nur. Adakah ia mulai mencintai laki laki tanah Mentawai itu? Ia selalu bertanya dalam hatinya. Vina pun tak lagi mempermasahkan perbedaan yang ada di antara mereka. Jika Pak Nur berkeinginan untuk menikahinya secara apapun, ia tak akan menolaknya. Kini Vina sudah bulat mencintai Pak Nur. Haryadi suaminya seolah terlupa olehnya. Sewaktu mereka ke Padang, Vina tak malu mengajak Pak Nur untuk menemaninya ke sebuah pusat perbelanjaan. Di kota itu, ia membelikan pakaian keperluan Pak Nur.dan seperti pasangan penganten baru, keduanya pun menginap di sebuah hotel berbintang dan sudah diduga keduanya pun menjalani hal seperti berbulan madu. Bagi Vina, pak Nur amat berarti bagi hidupnya kini. Pak Nur seolah tahu apa yang ia ingini dan suaminya sendiri sudah tak mau peduli dengan dirinya. Selama pak Nur berasik masyuk dengan Vina, Bu Nur tak sedikitpun merasa cemburu. Justru ia merasa senang sebab ia tak akan tersiksa lagi jika berhubungan dengan Pak Nur. Sementara Vina tak keberatan jika dari hubungannya itu mengakibatkan ia hamil.