ilustrasi
Wanita separoh baya itu duduk dengan kaki menyilang. Celananya selutut. Jemari tangan kanannya mengapit segelintir rokok. Sambil menyedot rokok itu, bibirnya tak henti-henti nyerocos.
“Ampun…ampun… Gue nggak mau lagi belajar naik motor,” ucapnya, di sebuah warung nasi, di Jalan Surabaya Timur, Jakarta Pusat, kemarin pagi. Saya menyimaknya sambil sarapan. Empok pemilik warung meliriknya sepintas sambil menggoreng tempe.
Si nenek lantas memperlihatkan betis kirinya. Lecet-lecet. Tidak sampai meneteskan darah tapi terasa perih, kata si nenek.
Dia bercerita, baru saja dia belajar mengendarai motor matic. Anaknya yang paling gede, yang sudah beristri dan punya anak satu, membimbingnya. Alih-alih bisa menjinakkan motor matic, dia malah jatuh terpelanting.
“Gue duduk di depan. Dia di belakang, tapi duduk saja, nggak megangi tangan gue. Nah, pas gue tarik gas, ternyata terlalu kencang. Koplingnya nggak gue kendaliin. Motornya langsung lari kencang. Gue kaget dong. Langsung deh jatuh. Gue teriak-teriak, eh anak gue malah ketawa-tawa,” tuturnya.
Si nenek bilang, seumur-umur baru sekali ini belajar naik motor. Karena orang lain yang seusianya bisa, dia pun percaya diri bisa melakukannya.
“Gue ini, Mas, kalau di rumah biasa naik genteng dan manjat pohon jambu. Masa naik motor saja nggak bisa? Gue yakin pasti bisa,” ujarnya, dengan asap rokok menyembul di mukanya.
Nenek ini sekarang berumur 48 tahun. Dia berdarah Batak dan bersuamikan orang Betawi asli. Anaknya empat. Seluruhnya laki-laki. Baru satu yang sudah menikah. Yang satu lagi masih SD dan dua lainnya jadi pengangguran setelah lulus SMA.
Niat nenek belajar motor supaya bisa ke mana-mana tanpa menggantungkan diri pada anaknya. Biasanya, kalau pergi ke pasar, dia meminta diantar anaknya. “Kalau bisa naik motor, kan bisa berangkat sendiri,” ungkapnya.
Kebetulan, di rumahnya ada motor matic. Kata para tetangganya, naik motor matic lebih gampang daripada naik motor bebek. Nggak perlu memindah-mindah gigi. Dia pun tertarik, sekaligus tertantang, untuk membuktikannya.
Dengan penuh percaya diri, si nenek meminta anak-anaknya untuk mengajarinya. “Nggak ada yang mau, kecuali yang paling gede,” ujarnya. Suaminya pun ogah jadi pembimbing. Malu, katanya.
Begitu mendengar anak sulungnya mau mengajari, semangat nenek berlipat-lipat. Pagi-pagi dia menyiapkan diri sebaik-baiknya. Kaos lengan pendek dan celana selutut dia pakai supaya melancarkan proses belajar naik motor. Namun apes menimpanya. Dia malah tersungkur di debut pertamanya naik motor.
“Gue sekarang KPK,” kata dia.
“Apa maksudnya?” tanya saya.
“Kapok!” sahut si nenek.
Title : Kisah Aneh nenek belajar naik motor
Description : ilustrasi Wanita separoh baya itu duduk dengan kaki menyilang. Celananya selutut. Jemari tangan kanannya mengapit segelintir rokok. Sambil m...