Mantan Irjen Pol Djoko Susilo meninggalkan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),
Jakarta, Selasa (12/2/2013), usai menjalani pemeriksaan
oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Senin (17/12/2012), Tersangka Djokodi periksa untuk kepentingan penyidikan dalam kasus
korupsi smulator SIM.
JAKARTA, Kepolisian akan menelusuri dugaan poligami yang dilakukan Inspektur Jenderal Djoko Susilo. Tapi penelusuran baru bisa dilakukan setelah ada laporan dari pihak yang merasa dirugikan oleh poligami itu. Dari laporan tersebut, baru akan dikaji ada atau tidaknya pelanggaran etika profesi kepolisian.
"Kami belum tahu (soal poligami Djoko). Belum ada laporan. Nanti kalau istri pertama melapor, baru akan ramai lagi," ujar Irwasum Komisaris Jenderal Fajar Prihantoro, usai rapat kerja dengan Komisi III di Gedung Kompleks Parlemen Senayan, Rabu (13/2/2013).
Tapi Fajar mengatakan bahwa anggota Polri tidak diperbolehkan melakukan poligami. "Nggak boleh (poligami) itu. Nanti sanksinya dilihat dulu proses laporan di Propam (Profesi dan Pengamanan) Polri. Dilihat bagaimana dia menafkahi," ucap Fajar.
Hari ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Dipta Anindita. Dia diduga memiliki
hubungan pernikahan dengan Djoko Susilo. Putri Solo 2008 itu diperiksa KPK karena dianggap tahu seputar aset yang dimiliki Djoko.
Saat dikonfirmasi, salah satu pengacara Djoko, Juniver Girsang, mengatakan Dipta adalah kerabat Djoko. Juru Bicara KPK Johan Budi beberapa waktu lalu mengaku tidak tahu soal kedekatan Djoko dengan Dipta. Dia hanya mengatakan kalau Dipta berprofesi sebagai ibu rumah tangga.
KPK menetapkan Djoko sebagai tersangka kasus dugaan korupsi simulator SIM atas dugaan bersama-sama melakukan perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang untuk menguntungkan diri sendiri atau pihak lain, tetapi justru merugikan keuangan negara. Selain Djoko, KPK menetapkan tiga tersangka lainnya, yakni Brigadir Jenderal Didik Purnomo, Budi Susanto, dan Sukotjo S Bambang.
Dalam pengembangannya, KPK menetapkan Djoko sebagai
tersangka tindak pidana pencucian uang senilai Rp 45 miliar. Pencucian uang antara lain dilakukan dengan membeli aset properti, baik tanah maupun bangunan, yang diatasnamakan kerabat serta orang dekat Djoko.
Informasi yang diperoleh Kompas.com dari KPK menyebutkan nilai aset Djoko sejak 2012 mencapai Rp 15 miliar. Sementara nilai aset yang diduga dimiliki Djoko sejak menjabat Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya mencapai Rp 30 miliar. Nilai aset ini belum termasuk yang berupa sejumlah lahan di Leuwinanggung, Tapos, Bogor, dan Cijambe, Subang.